BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Siapa yang tidak kenal dengan tuberkulosis (TB). Penyakit ini kian populer dalam beberapa waktu dengan slogan baru yang disandangnya, “TB: Bukan Batuk Biasa”. Beberapa orang awam mungkin lebih mengenalnya dengan sebutan penyakit flek paru. Tak disangka, TB ternyata adalah penyakit usang yang sudah ditemukan sejak jaman Mesir kuno. Meski usang, tapi penyakit ini masih belum bisa juga dibasmi di muka bumi. Sampai-sampai, TB pun memiliki hari peringatan sedunia yang jatuh setiap tanggal 24 Maret. Dengan adanya hari peringatan itu, tentu diharapkan dunia aware terhadap penyakit ini.
TB bukanlah penyakit yang hanya dapat diderita orang dewasa. Anak-anak pun terancam. Anak sangat rentan selama tahun pertama dari tiga tahun kehidupan selama dan segera setelah pubertas. Baru-baru ini, jumlah kasus TB semakin meningkat, banyak yang tercatat, terutama kaum gelandangan, pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah, dan mereka yang terinfeksi kuman HIV. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 di antaranya meninggal dunia. Disinilah masalah mulai muncul. Insiden yang terus merangkak tidak disertai dengan kemudahan menegakkan diagnosis sedini mungkin. Demikian papar Prof Dr. dr. Cissy B Kartasasmita, SpA(K) dalam The 2007 National Symposium Update on Tuberculosis and Respiratory Disorders, Bandung, 23-25 Maret 2006. Pada orang dewasa, diagnosis pasti ditegakkan apabila menemukan kuman M. tuberculosis dalam sputum/dahak. Akan tetapi, anak-anak sangat sulit bila diminta untuk mengeluarkan dahak. Bila pun ada, jumlah dahak yang dikeluarkan tidak cukup. Jumlah dahak yang cukup untuk dilakukan pemeriksaan basil tahan asam adalah sebesar 3-5 ml, dengan konsistensi kental dan purulen.
Masalah kedua adalah jumlah kuman M. tuberculosis dalam sekret bronkus anak lebih sedikit daripada orang dewasa. Hal itu dikarenakan lokasi primer TB pada anak terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. BTA positif baru dapat dilihat bila minimal jumlah kuman 5000/ml dahak. Selain itu, gejala klinis TB pada anak tidak khas. Hal-hal tersebutlah yang sering membuat kita misdiagnosis atau overdiagnosis. Gejala TB pada anak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ pernafasan melainkan banyak organ tubuh lain seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organ lain. Jangan sampai salah diagnosis atau overdiagnosis!
Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana cara mengetahui anak yang terinfeksi TB dan bagaimana Asuhan Keperawatannya?
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, muncul persoalan pokok : seperti apa itu penyakit TB (Tuberculosis), apa penyebabnya, gejalanya, dan bagaimana dengan TB pada anak? Samakah dengan TB pada Orang dewasa dan bagaimana kita melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit tuberculosis?
BAB II
TUBERKULOSIS PADA ANAK
A. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis yaitu suatu bakteri tahan asam, atau Tuberculossis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
B. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman Mikobacterium tuberkulosia telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di Indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan juga terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 di antaranya meninggal dunia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.
C. Etiologi Dan Penularan
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan Micobacterium bovis (sangat jarang disebabkan oleh Micobacterium avium). Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati pada suhu 60°C dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberculosis menyebabkan nekrosis jaringan sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Basil Mycobacterium tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin).
Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara hingga sebagian besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara penularan dapat peroral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberculosis, biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga terjadi dengan kontak langsung misalnya melalui luka atau lecet di kulit. Tuberculosis kongenital sangat jarang dijumpai. Selain Mycobacterium tuberculosis perlu juga dikenal golongan Mycobacterium lain yang dapat menyebabkan kelainan yang menyerupai tuberculosis. Golongan ini disebut Mycobacterium atipic atau disebut juga unclassified Mycobacterium.
Faktor Resiko
Resiko Infeksi TBC
Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius,
Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak .
Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak .
Resiko Penyakit TBC
Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang,kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah2.
D. Patofisiologi
Masuknya basil tuberculosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberculosis serta daya tahan tubuh manusia. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Ghon dan Kudlich (1930) menemukan bahwa 95,93% dari 2.114 kasus, mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini disebabkan penularan sebagian besar melalui udara dan mungkin juga karena jaringan paru mudah kena infeksi tuberkulosis (susceptible).
Tabel 1. Lokalisasi Fokus Primer TB
Lokalisasi Fokus Primer pada 2.114 kasus Ghon dan Kudlich ialah : | |||
Paru Usus Kulit Hidung tonsil | 95,93 % 1,14 % 0,14 % 0,09 % 0,09 % | Telinga tengah Kelenjar parotis Konjungtiva Tidak diketahui | 0,09 % 0,05 % 0,05 % 2,41 % |
Gambar 1. Patogenesis tuberkulosis
Bagan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
Masuknya kuman tuberkulosis ke dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia. Segera setelah menghirup basil tuberkulosis hidup di dalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas disebut fokus primer. Basil tuberkulosis akan menyebar, histosit mulai mengangkut organisme tersebut ke kelenjar limfe regional melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional sehingga terbentuk kompleks primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2 sampai 10 minggu (6-8 minggu) pasca infeksi.
Pada anak yang mengalami lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama di perifer dekat pleura, tetapi lebih banyakk terjadi di Lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas. Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta penyembuhannya mengarah ke klasifikasi dan penyebarannya lebih banyak terjadi melalui hematogen. Pada reaksi radang dimana leukosit polimorfonukleat tampak pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil menyebar ke limfe dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitif terhadap organisme TBC dan membebaskan limfokim yang merubah makrofag atau mengaktifkan makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada bagian sentral memberikan gambaran yang relatif padat pada tubuh, yang disebut nekrosis kasiosa. Terdapat tiga macam penyebaran secara patogen pada tuberkulosis anak : penyebaran Hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin menimbul gejala atau tanpa gejala klinis, penyebaran milier, biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang kronis, penyeberan hematogen berulang.
E. Manifestasi Klinik
Gejala klinis TB tergantung faktor pejamu (usia, status imun, kerentanan) dan faktor agen (jumlah, virulensi). Gejala TB pada anak yang umum terjadi adalah demam yang tidak tinggi (subfebris), berkisar 38 derajad Celcius, biasanya timbul sore hari, 2-3 kali seminggu dan belangsung 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek. Gejala lain adalah penurunan nafsu makan, dan gangguan tumbuh kembang. Batuk kronik yang merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa, tidak terlalu mencolok pada anak. Mengapa? Sebab lesi primer TB paru pada anak umumnya terdapat di daerah parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Kalaupun terjadi, berarti limfadenitis regional sudah menekan bronkus dimana terdapat reseptor batuk. Batuk kronik pada anak lebih sering dikarenakan oleh asma. Gejala-gejala yang tersebut di atas dikategorikan sebagai gejala nonspesifik. Perlu dicatat bahwa gejala nonspesifik dapat juga ditemukan pada kasus infeksi lain. Maka dari itu, keberadaan infeksi lain perlu dipikirkan agar anak tidak overtreated. Selanjutnya, gejala spesifik tergantung dari organ yang terkena seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organ lain.
Atau secara singkat tanda dan gejala umum/nonspesifik tuberkulosis pada anak dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi
2. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive)
3. Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel
5. Batuk lama lebih dari 30 hari
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
Gejala spesifik sesuai organ terkena : TB kulit/skrofuloderma; TB tulang dan sendi (gibbus, pincang); TB otak dan saraf/meningitis dengan gejala iritabel, kuduk kaku, muntah, dan kesadaran menurun; TB mata (konjungtivitis fliktenularis, tuberkel koroid), dll. Oleh karena gejala TB pada anak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ pernafasan melainkan banyak organ tubuh lain, maka ada yang menyebut TB sebagai the great immitator. Perhatikan bila gerak anak kurang aktif jika dibandingkan dengan anak sebayanya.
Kelenjar limfe. Kelenjar limfe superfisialis sering dijumpai, kelenjar yang sering terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior atau posterior, juga dapat terjadi aksila, inguinal, submandibula dan supra klavikula. Secara klinis kelenjar yang terkena biasanya multipel, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak panas pada perabaan dan dapat saling melekat satu sama lain. Perlekatan ini terjadi akibat adanya inflamasi pada kapsul kelenjar limfe. TBC kulit/skrofuloderma. TBC tulang dan sendi : Gejala umum yang sering ditemukan adalah adanya nyeri, bengkak disendi yang terkena dan gangguan atau keterbatasan gerak. Pada bayi dan anak yang sedang tumbuh epifisis tulang merupakan daerah dengan baskularisasi tinggi yang disukai oleh kuman TBC. Tulang punggung (spondilitis) : gibbus, tulang panggul (koksitis) : pincang, pembengkakan di pinggul, tulang lutut: pincang dan/atau bengkak, tulang kaki dan tangan. TBC otak dan saraf: Meningitis TBC, Merupakan penyakit yang berat dengan mortalitas dan kecacatan yang tinggi, terjadi akibat penyebaran langsung kuman TBC ke jaringan selaput saraf (meningens). Dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun. TBC mata: Conjunctivitis phlyctenularis. Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi) dan Lain-lain.
Jika berdasarkan klasifikasinya, manifestasi TB pada anak adalah sebagai berikut : Ranke membagi tuberkulosis dalam 3 stadium, yaitu : stadium pertama yang merupakan kompleks primer dengan penyebaran limfogen. Stadium ke dua yaitu Pada waktu terjadi penyebaran hematogen dan Stadium ketiga yaitu Tuberkulosis paru menahun (crhonic pulmonary tuberkulosis). Klasifikasi lain dari tuberkulosis adalah: Tuberkulosis primer yang merupakan infeksi pertama dari tuberculosis, tuberkulosis subprimer yang merupakan komplikasi tuberkulosis primer serta Tuberkulosis pascaprimer yang merupakan reinfeksi yang dapat terjadi endogen dan estrogen setelah infeksi primer sembuh. Ada juga yang membagi tuberkulosis menjadi dua stadium, yaitu Tuberkolosis primer yang merupakan kompleks primer serta komplikasinya. Dan Tubekolosis pasca primer. Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit secara perlahan-lahan. Kadang-kadang tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa keluhan atau gejala. Dengan melakukan uji tuberkulin secara rutin, dapat ditemukan penyakit tuberkulosis pada anak. Gejala tuberkulosis primer juga dapat panas yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek.Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialah panas, batuk, anoreksia dan berat badan yang menurun. Kadang-kadang dijumpai panas yang menyerupai tifus abdominalis atau malaria yang disertai atau tanpa hepatosplenomegali. Oleh karena itu bila dijumpai panas seperti tifus abdominalis pada bayi atau anak kecil,harus dipikirkan juga kemungkinan tuberkulosis sebagai penyebab panas tersebut. Tuberkulosis dapat juga menunjukkan gejala seperti brokopneumonia, sehingga pada anak dengan gejala bronkopneumonia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan brokopneumonia yang adekuat harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. Konjungtivitis fliktenularis dapat juga dijumpai pada anak dengan tuberkulkosis ,terutama tuberkulosis tonsil, adenoid dan telinga tengah. Flikten pada mata diduga sebagai gejala hipersensivitas dan dalam flikten tidak terdapat basil tuberkulosis. Selama tuberkulosis atau fokus tuberkulosis masih ada, flikten sering tetap hilang timbul. Flikten sering disertai infeksi sekunder biasanya oleh Staphylococus hemolyticus. Hal lain yang juga dapat menyebabkan timbulnya flikten ialah benda asing, trakoma dan askariasis. Eritema nodusum sangat jarang dijumpai di Indonesia, tetapi bila terdapat pada kulit menunjukkan bahwa penyakit masih aktif. Gambaran klinis lainnya sesuai dengan organ yang terkana misalnya paru, selaput otak, hepar, tulang dan sendi, ginjal dan lain-lain.
F. Komplikasi
Komplikasi Yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :
1. Meningitis
2. Spondilitis
3. Pleuritis
4. Bronkopneumoni
5. Atelektasis
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
G. Pemeriksaan Diagnostik
Permulaan tuberkulosis sukar diketahui karena gejalanya tidak jelas dan tidak khas,tetapi kalau terdapat panas yang naik turun dan lama dengan atau tanpa batuk dan pilek, anoreksia, penurunan berat badan dan anak lesu, harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. Petunjuk lain umtuk diagnosis tuberkulosis ialah adanya kontak dengan penderita tuberkulosis orang dewasa. Diagnosis tuberkulosis paru berdasarkan gambaran klinis, uji tuberkulin positif dan kelainan radiologis paru. Basil tuberkulosis tidak selalu dapat ditemukan pada anak
1. Uji Tuberkulin
Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis.uji tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui adanya komversi dari negatif (recent tuberculin converter).pada anak dibawah umur lima tahun dengan uji tuberkulin positif,proses tuberkulosis biasanya masih aktifmeskipun tidak menunjukkan kelainan klinis dan radiologis, demikian pula halnya jika terdapat konfersi uji tuberkulin. Uji tuberkulin dilakukan berdasarkan timbulnya hipersensitivitas terhadap tuberkulo protein karena adanya infeksi
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu cara moro dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara mantoux dengan penyuntikan intrakutan dan “multiple puncture method “ dengan empat-enam jarum berdasarkan cara Heaf dan tine. Sampai sekarang cara mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat dipertanggungjawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan dapat diketahui banyaknya. Reaksi lokal yang terdapat pada mantoux terdiri atas: Eritema karena vasodilatasi primer, Edema karena reaksi antara antigen yang disuntikkan dengan antibody dan indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus
Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Tuberkulin yang biasanya dipakai ialah Old Tuberculin (OT) dan purified protein Derivative tuberculin (PPD). Pengeceran OT dan PPD yang biasanya digunakan ialah : Dosis baku tuberkulin uji mantoux ialah 0,1 ml PPD-RT 23 2TU,PPD-S 5 TU atau OT ½ .000 yang disuntikkan intrakutan. Indurasi dengan diameter 5 mm ke atas dianggap positif dengan catatan 0-4 mm negatif, 5-9 mm masih meragukan dan 10 mm keatas jelas positif. Kalau uji tuberkulin dengan PPD-RT 23 2TU,PPD-S 5TU atau dengan OT ½.000 negatif , maka pemeriksaan harus diulang dengan PPD-RT 23 100 TU atau OT 1/100 untuk memastikan bahwa uji tuberkulin itu negatif. Juga kalau dengan PPD-RT 23 2TU,PPD-S 5TU atau OT ½.000 negatif tetapi masih dicurigai akan adanya tuberkulosis aktif, misalnya diketahui terdapat kontak dengan penderita tuberkulosis aktif, keadaan umum yang jelek dan kemungkinan adanya anergi, maka pemeriksaan diulang dengan PPD-RT23 100 TU atau OT 1/100
Tabel 2. Pengeceran Tuberkulin
Kekuatan (“strength”) | Tuberkulin PPD-S | Tuberkulin PPD-RT23 TU | “Old Tuberkolin” | ||
Mg per dosis | TU | Mg perdosis | pengeceran | ||
Pertama (“fisrt”) “intermediate” Kedua (“second”) | 0,00002 0,0001 - 0,005 | 1 2 10 250 | - 2 5 100 | 0,01 - 0,1 100 |
Di Indonesia uji mantoux dengan OT 1/100 (PPD-RT23 2TU atau PPD-S 5TU) negatif. Sebaiknya uji tuberkulin dikerjakan secara rutin pada setiap anak dan kalau negatif diulang 6-12 bulan untuk menemukan tuberkulosis sedini mungkin. Penyuntikan BCG menyebabkan konversi uji tuberkulin sehingga dapat mengacaukan penilaian uji tubekulin untuk diagnosis tuberkulosis. Dinyatakan bahwa bila anak yang telah mendapat BCG, kemudian hasil uji tuberkulin dengan PPD –RT23 2TU, PPD-S 5TU atau OT ½.000 menimbulkan indyrasi lebih dari 15 mm, maka harus dicurugai akan adanya super infeksi tuberkulosis. Jika BCG diberikan pada masa neonatus, maka hanya setalah 1 tahun hanya 10 % yang mempunyai reaksi dengan indurasi 5 mm atau lebih terhadap PPD-RT23 2TU atau PPD-S 5TU dan tidak ada yang bereaksi dengan diameter indurasi 10 mm ke atas
Uji tuberkulin akan menjadi negatif untuk sementara pada penderita tuberkulosis (anergi) dengan : Malnutrisi energi protein, Tuberkulosis berat, Morbili,varisela, Pertusis,difteria,tifus abdominalis, Pemberian kortikosteroid yang lama, Vaksin virus misalnya poliomyelitis serta Penyakit ganas,misalnya penyakit hodgkin
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin dilakukan fotorontgen paru dan atas indikasi juga dibuat fotorontgen alat tubuh lain,misalnya foto tulang punggung pada spondilitis. Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru ialah :
1. Kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran
2. pembesaran kelenjar paratrakeal
3. Penyebaran milier
4. Atelektasis
5. Pleuritis dengan efusi.
Pemeriksaan radiologis paru saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis tuberkulosis,tetapi harus disertai data klinis lainnya
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Penemuan basil tuberkulosis memastikan diagnosis tuberkulosis, tetapi tidak ditemukannya basil tuberkulosis bukan berarti tidak menderita tuberkulosis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah:
a. Bilasan lambung
b. Sekret bronkus
c. Sputum pada anak besar
d. Cairan pleura
e. Likuor serebrospinalis
f. Cairan asites
g. Bahan-bahan lainnya
Di Negeri yang telah telah maju dengan sarana laboratorium yang baik, basil tuberkulosis dapat ditemukan sebesar 50-90% dari anak dengan tuberkulosis. Pada umumnya hanya dapat ditemukan 25-30% saja. Di Jakarta pada tahun 1956-1960 pemeriksaan bilasan lambung pada 204 anak dengan meningitis tuberkulosa menghasilkan basil tuberkulosis positif pada 27 (13%) anak dan ada pemeriksaan likuor serebrospinalisnya hanya ditemukan 18,5% (38 anak)
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan secara rutin. Biasanya diperiksa kelenjar getah bening, hepar, pleura, peritoneum, kulit dan lain-lain. Pada pemeriksaan biasanya ditemukan tuberkulosis dan basil tahan asam.
5. Uji Laboratorium
LED meninggi, sering tinggi sekali. Mungkin liositosis, monositosis, anemia, leukositosis ringan, bila ditemui hasil demikian (bila tidak ada faktor lain) akan menyokong diagnosis. Gambaran darah normal tidak menyingkirkan TBC. Gambaran darah tepi dan laju endap darah hanya mempunyai korelasi dengan aktivitas penyakit. Pemeriksaan cairan spinal dilakukan atas indikasi kecurigaan meningitis dan pada setiap TBC milier.
6. Uji BCG
Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin (BCG langsung). Bila pada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan, maka harus dicurigai adanya tuberkulosis dan diperiksa lebih lanjut kearah tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis, BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar. Karena itu reaksi BCG ini dapat dipakai sebagai alat diagnostik
Sering terdapat kesukaran untuk diagnosis tuberkulosis yang dini pada anak dengan malnutrisi karena adanya anergi terhadap tuberkulin.Udani (1970) menyatakan bahwa uji BCG tidak terdapat anergi. Akhir-akhir ini sedang diselidiki pemeriksaan serologis untuk menunjang diagnosis tuberkulosis
Penyebaran hematogen tuberkulosis (hematogenous tuberculosis) terdapat 3 macam penyebaran hematogen pada tuberkulosis anak,yaitu:
a. Penyebaran hematogen tersembunyi (occult hematogenic spread) yang mungkin menimbulkan gejala atau mungkin tanpa gejala klinis.
b. Penyebaran hematogen umum (generalized hematogenic spread, penyebaran milier), biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang menjadi kronis.
c. Penyebaran hematogen berulang-ulang (protracted or repeated hematogenic spread).
Penyebaran hematogen tersembunyi ( occult hematogenic spread). Penyebaran basil tuberkulosis dalam jumlah yang sedikit selama stadium dini tuberkulosis dan disebut occult hematogenic spread. Penyebaran ini selalu terjadi pada tuberkulosis primer meskipun tidak selalu tersebar luas, biasanya terjadi pada masa inkubasi
Basil tuberkulosis dapat mencapai semua alat tubuh terutama apeks paru, limpa dan kelenjar getah bening superfisial. Pada keadaan ini dapat terjadi pembesaran limpa dan kelenjar getah bening superfisial, kadang-kadang hepar juga teraba. Fokus pada apeks jarang terlihat pada fotorontgen paru, kecuali kalau telah terjadi perkapuran yang disebut fokus Simun yang mungkin akan menjadi tuberkulosis pasca-primer dimasa yang akan datang. Penyebaran hematogen umum (generalized hematogenis spread). Tuberkulosis Milier Akut. tuberkel-tuberkel yang terjadi akibat penyebaran umum ini biasanya mempunyai ukuran sama, meskipun tidak selalu sebesar miliarius (kurang dari 2 mm), sehingga disebut tuberkulosis milier. Komplikasi ini biasanya terjadi pada masa bayi dan anak kecil dan terjadi dalam waktu 6 bulan, terutama dalam 3 bulan setelah terbentuknya kompleks primer. Dapat terjadi pembesaran hepar, limpa dan kelenjar getah bening superfisial. Tuberkel dapat dijumpai dikoroid. Uji tuberkulin biasanya positif, menurut Lincoln pada 10% kasus tuberkulosis milier, uji tuberkulin negatif
Pada fotorontgen paru akan tampak gambaran milier biakan basil tuberkulosis dari darah dan sum-sum tulang memastikan diagnosis tuberkulosis milier secara cepat. Pemeriksaan likuor serebrospinalis harus dikerjakan meskipun belum ada gejala meningitis, yaitu untuk menemukan meningitis secara dini. Gambaran milier biasanya hilang sama sekali dan pada penyembuhan jarang terjadi klasifikasi. Harus diingat bahwa penyebaran milier terjadi keseluruh tubuh dengan kemungkinan basil tuberkulosis menetap dialat-alat tubuh terssebut dan suatu ketika fokus-fokus tersebat dapat aktif lagi. Oleh karenanya setelah selesai pengobatan masih harus dilakukan pngawasan sampai bertahun-tahun
Tuberkulosis Milier Kronik. Jarang terjadi pada anak, biasanya didahului oleh tuberkulosis milier akut. Penyebaran hemotogen berulang-ulang (protracted hematogenic spread). Tiap fokus tuberkulosis dapat membesar dan menembus pembuluh darah sehingga terjadi penyebaran hematogen yang dapat terjadi sewaktu-waktu dan berulang-ulang. Penyebaran ini dapat menyebabkan gejala akut atau dapat juga memperpanjnag masa penyakitnya,karena adanya penyebaran hematogen terus menerus. Gejala pertama penyebaran ialah demam tinggi yang berlangsung lama atau dapat menjadi demam remiten, berat badan turun dengan cepat, hepar dan limpa membesar, kelenjar getah bening superfisial juga membesar dan kadang-kadang mengganggu aliran limfe. Dapat terjadi pembengkakan persendian yang dapat menghilang sendiri tanpa pengobatan. Gejala ini dapat disebabkan karena bahan-bahan toksik basil tuberkulosis yang beredar di dalam aliran darah. Prognosis biasanya buruk, terutama bila tidak segera mendapat pengobatan.
Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu: pertama Sedikitnya jumlah kuman. Jumlah kuman TBC di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TBC paru primer terletak dikelenjar linfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kedua, Sulitnya pengambilan spesimen (sputum) Pada anak , walaupun batuknya berdahak biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastrik tube dan harus dilakukan oleh petugas yang berpengalaman. Karena berbagai alasan diatas, sehingga sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin.
Tabel 3. Petunjuk Who Untuk Diagnosis Tuberkulosis Anak
a. Dicurigai tuberculosis 1) Anak sakit dengan riwayat kontak penderita tuberkulosis dengan diagnosis pasti (BTA positif) 2) Anak dengan : a) Keadaan klinik tidak membaik setelah menderita campak atau batuk rejan b) Berat badan menurun, batuk dan mengi yang tidak membaik dengan pengobatan antibiotik untuk penyakit pernapasan c) Pembesaran kelenjar superfisialis yang tidak sakit b. Mungkin tuberkulosis 1) Uji tuberkulin positif (10 mm/lebih) 2) Foto Rontgen paru sugestif tuberkulosis 3) Pemeriksaan histologis biopsi sugestif tuberkulosis 4) Respon yang baik pada pengobatan dengan OAT c. Pasti tuberkulosis (confirmed TB) Ditemukan basil tuberculosis pada pemeriksaan langsung atau biakan. Identifikasi Mycobacterium tuberculosis pada karakteristik biakan |
Petunjuk diagnosis TB.
H. Penatalaksanaan Terapeutik
Kemoterapi : Pemberian terapi pada tuberculosis didasarkan pada 3 karakteristik basil, yaitu basil yang berkembang cepat ditempat yang kaya akan oksigen, basil yang hidup di tempat yang kurang oksigen berkembang lambat dan dorman hingga beberapa tahun, dan basil yang mengalami mutasi sehingga resisten terhadap obat. Isonized (INH) bekerja sebagai bakterisidal terhadap basil yang tumbuh aktif, diberikan selama 12-18 bulan, dosis 10-20 mg/kgBB/hari melalui oral. Selanjutnya kombinasi antara INH dan pyrazinamid (PZA) diberikan selama 6 bulan. Selama 2 bulan pertama obat diberikan setiap hari, selanjutnya obat diberikan dua kali dalam 1 minggu. Pada TB berat dan ekstrapulmonal biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan (ditambah EMB dan streptomisin), dilanjutkan dengan INH dan RIF selama 4-10 bulan sesuai perkembangan klinis. Pada meningitis TB, perikarditis, TB milier, dan efusi pleura diberikan kortikosteroid yaitu prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, diturunkan perlahan (tapering off) sampai 2-6 minggu bersamaan dengan pemberian obat anti tuberkulosis. Obat tambahan antara lain streptomycin (diberikan intramuscular) dan ethambutol.
Selain itu juga, kita jangan melupakan terapi pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya. Ada juga terapi pembedahan. Terapi ini dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil. Dilakukan dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulornatosa tuberkulosis untuk jaringan paru yang rusak. Pencegahan adalah dengan menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberculosis, mempertahankan status kesehatan dengan intake nutrisi yang adekuat, meminum susu yang sudah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan kemoterapi, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberculosis virulen.
Non Medikamenosa. Pendekatan DOTS Hal yang paling penting pada tatalaksana TBC adalah keteraturan minum obat. Pasien TBC biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan sehingga merasa sembuh dan tidak melanjutkan pengobatan. Lingkungan sosial dan pengertian yang kurang mengenai TBC dari pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk minum obat. Kepatuhan pasien dikatakan baik jika pasien meminum obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan. Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan.
DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TBC. Strategi ini dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi.
Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu : Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Pengobatan dengan panduan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat, Kesinambungan penyedian OAT jangka pendek dengan matu terjamin, Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC.
DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TBC. Strategi ini dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi.
Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu : Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Pengobatan dengan panduan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat, Kesinambungan penyedian OAT jangka pendek dengan matu terjamin, Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC.
Orang yang dapat menjadi pengawas minum obat adalah : Petugas kesehatan, Keluarga pasien, Kader, Pasien yang sudah sembuh, Tokoh masyarakat, Guru. Tugas pengawas minum obat adalah : Mengawasi pasien agar minum obat secara teratur sampai selesai pengobatan, Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur, Mengingatkan kepada pasien untuk periksa dahak ulang (pasien dewasa) dan Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TBC yang mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan. Pada anak kuman M. TBC sulit ditemukan, baik pada biakan, lebih-lebih pada pemeriksaan mikroskopis langsung. Oleh karena itu pada anak diagnosis tidak dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan mikroskopis yang dianjurkan dalam strategi DOTS. Maka diperlukan strategi diagnostik lain yaitu dengan menggunakan sistem skoring.(7)
Kemoprofilaksis. Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji Tuberculin negatif), tetapi kontak dengan penderita TB aktif, obat yang digunakan adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 2-3 bulan. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberculin positif, tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor menjadi TB aktif. Golongan ini adalah balita, anak yang mendapat pengobatan kortikosteroid atau imunosupresan lain, penderita penyakit keganassan, terinfeksi virus (HIV, morbili), gizi buruk, masa akil balik, atau infeksi baru TB, konfersi uji tuberculin kurang dari 12 bulan. Obat yang digunakan adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan.
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orangtua; asal kota dan daerah, jumlah keluarga)
b. Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit)
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil)
2) Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom
3) Post Natal : kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia ikterus
d. Riwayat Masa Lampau
1) Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?)
2) Pernah dirawat dirumah sakit
3) Obat-obat yang digunakan/riwayat Pengobatan
4) Riwayat kontak dengan penderita TBC
5) Alergi
6) Daya tahan yang menurun.
7) Imunisasi/Vaksinasi : BCG
e. Riwayat Penyakit Sekarang (Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula)
f. Riwayat Keluarga (adakah yang menderita TB atau Penyakit Infeksi lainnya, Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama)
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan dan sosial ekonomi
1) Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak
2) Kondisi rumah
3) Merasa dikucilkan
4) Aspek psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri)
5) Biasanya pada keluarga yang kurang mampu
6) Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak
7) Tidak bersemangat dan putus harapan.
h. Riwayat psikososial spiritual (Yang mengasuh, Hubungan dengan anggota keluarga, Hubungan dengan teman sebayanya, Pembawaan secara umum, Pelaksanaan spiritual)
i. Pola fungsi kesehatan.
Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan. Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi. Pola nutrisi – metabolik. Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek. Pola eliminasi. Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali. Pola aktifitas-latihan Sesak nafas, fatique, tachicardia, aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek). Pola tidur dan istirahat Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari. Pola kognitif perseptual. Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu. Pola persepsi diri. Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah. Pola peran hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain (ibu/ayah)/tidak mandiri. Pola seksualitas/reproduktif. Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah. Pola koping toleransi stres, Menarik diri, pasif.(7)
j. Pemeriksaan Fisik
Demam: sub fibril, fibril (40-41°C) hilang timbul. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum). Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru. Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari. Pada tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara limforik. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak). Pembesaran kelenjar biasanya multipel. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.
k. Pemeriksaan Diagnostik Dan Pengobatan
1) Uji tuberkulin = uji tuberkulin (+).® hipersensitifitas tipe lambat ® imunitas seluler ®Infeksi TB
2) Foto rontgent Rutin : foto pada rongga paru. Atas indikasi: tulang, sendi, abdomen. Rontgent paru tidak selalu khas.
3) Pemeriksaan mikrobiologis (Bakteriologis Memastikan TB. Hasil normal: tidak menyingkirkan diagnosa TB. Hasil (+) : 10-62% dengan cara lama. Cara : cara lama radio metrik (Bactec); PCK.
4) Pemeriksaan darah tepi (Tidak khas. LED dapat meninggi)
5) Pemeriksaan patologik anatomik. Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi. Sumber infeksiAdanya kontak dengan penderita TB menambah kriteria diagnosa.
6) Lain-lain (Uji faal paru, Bronkoskopi, Bronkografi, Serologim dll)
l. Pengkajian TUMBANG menggunakan KMS,KKA, dan DDST
1) Pertumbuhan
a) Kaji BBL,BB saat kunjungan
b) BB normal
c) BB normal, mis : ( 6-12 tahun ) umur
d) kaji berat badan lahir dan berat badan saat kunjungan TB = 64 x 77R = usia dalam tahun
e) LL dan luka saat lahir dan saat kunjungan
2) Perkembangan
a) lahir kurang 3 bulan = belajar mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata, mengoceh,
b) usia 3-6 bulan mengangkat kepala 90 derajat, belajar meraih benda, tertawa, dan mengais meringis
c) usia 6-9 bulan = duduk tanpa di Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri, merangkak, meraih benda, memindahkan benda dari tangan satu ke tangan yang lain dan mengeluarkan kata-kata tanpa arti.
d) usia 9-12 bulan = dapat berdiri sendiri menurunkan sesuatu mengeluarkan kat-kata, mengerti ajakan sederhana, dan larangan berpartisipasi dalam permainan.
e) usia 12-18 bulan = mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya menyusun 2-3 kata dapat mengatakan 3-10 kata , rasa cemburu, bersaing
f) usia 18-24 bulan = naik–turun tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata dan hidung, belajar makan sendiri, menggambar garis, memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain dengan mereka.
g) usia 2-3 tahun = belajar melompat, memanjat buat jembatan dengan 3 kotak, menyusun kalimat dan lain-lain.
h) usia 3-4 tahun = belajar sendiri berpakaian, menggambar berbicara dengan baik, menyebut warna, dan menyayangi saudara.
i) usia 4-5 tahun = melompat, menari, menggambar orang, dan menghitung.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul yaitu :
a. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi
b. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi
c. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan : Daya tahan tubuh menurun, malnutrisi, proses inflamasi, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
d. Ketidakpatuhan berhubungan dengan pengobatan dalam jangka waktu yang lama.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan : Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Anoreksia.
f. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua berhubungan dengan isolasi pasien
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Dx.1
KH : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dipsnue
Rencana tindakan :
a. Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan dispnue
R : dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat kemoterapi dimulai untuk mendapatkan efeknya, O2 humidifier mengurangi dipsnue dan meningkatkan oksigenasi.
b. Tinggikan bagian kepala tempat tidur
R : Peninggian kepala menyebabkan otot diafragma mengembang
c. Berikan obat batuk ekspektoran sesuai kebutuhan
R : ekspektoran membantu mengeluarkan mukus
Dx.2
KH : Keluarga akan mengekspresikan pemahamannya tentang proses penyakit dan pengobatan
Rencana tindakan :
a. Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang penularan dan pengobatan TB
R : pemahaman bagaimana penularan TB dan penangannya membantu mengurangi kecemasan dan peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan, prosedur isolasi, dan pengobatan yang diberikan.
b. Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang bagaimana memberikan pengobatan, berapa lama terapi pengobatan harus dijalani, dan apa yang terjadi bila anak tidak menjalani tuntas pengobatannya.
R : pemahaman bagaimana memberikan pengobatan dan risiko bila pengobatan diberhentikan di awal akan menigkatkan kepatuhan.
Dx.3
KH : Tidak terjadi penyebaran infeksi
Rencana tindakan :
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.
R : Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.
R : Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan kerentanan terjadinya penyebaran
c. Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk
R : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan
R : Masker dapat mengurangi resiko penyebaran infeksi
e. Monitor temperatur
R : untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya infeksi. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak
R : Kerja sama akan mempercepat proses penyembuhan
g. Monitor sputum BTA. Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu yang ditentukan.
R : Pemantauan untuk terapi yang akan dilaksanakan selanjutnya
Dx.4
KH : Orang tua dan anak akan mengikuti pedoman terapi
Rencana tindakan :
a. Kaji seberapa banyak pengetahuan dan yang dimiliki orang tua dan anak tentang TB dan hal ketidakpahaman yang dimiliki
R : pengkajian membantu menentukan apa yang orang tua dan anak butuhkan untuk belajar agar dapat membantu mereka memenuhi pengobatan jangka panjang.
b. Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) tentang program pengobatan dan alasan menjalani pengobatan dengan tuntas, dan yakinkan tentang pendidikan yang diperlukan.
R : Pendidikan dan penguatan diberikan pada orang tua dan anak dengan informasi perlunya mengikuti program pengobatan dengan tuntas dan menurunkan risiko kegagalan akibat defisit pengetahuan.
c. Identifikasi alternatif pemberi layanan yang dapat memberikan pengobatan anak jika diperlukan
R : hak ini akan menurunkan risiko pengabaiyan dosis yang dilakukan anak selama pengobatan
Dx.5
Tujuan : Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi dan BB meningkat.
KH : Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, pemulihan kebutuhan nutrisi, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang. Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.
Rencana Tindakan:
a. Mengukur dan mencatat BB pasein
R : BB menggambarkan status gizi pasien
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R : Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
R : Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
R : Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah
e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
R : Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan
f. Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi
R : Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
g. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
R : Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
h. Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
R : Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
i. Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
R : Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
j. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
R : Menilai perkembangan masalah klien.
k. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )
R : Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral
Dx.6
KH : Orang tua tetap dapat menjalankan perannya
Rencana tindakan :
a. Ajarkan orang tua tentang tekhnik isolasi yang benar
R : pemahaman dan mengikuti teknis isolasi dengan benar membantu mencegah penularan TB yang memungkinkan orang tua bersama selama mungkin dengan anaknya, akan mengurangi perpisahan
b. Motivasi orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk mengunjungi anak secara teratur.
R : seringnya keluarga kontak akan mengurangi kecemasan terhadap perpisahan.
4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.
2. TBC pada anak masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan.
3. Besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih relatif sulit diperkirakan.
4. Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang tunggal. Selain alur diagnostik, terdapat pedoman diagnosis dengan menggunakan sistem skoring.
5. Gambaran klinis TBC pada anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam tidak tinggi dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari.
6. Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk. Uji tuberkulin positif menunjukkan TBC.
7. Tatalaksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya
8. Obat TBC yang digunakan yaitu Obat TBC utama (first line) rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TBC lain (second line): PAS, viomisin, sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kapriomisin yang digunakan jika terjadi multi drug resistance.
9. Pada keadaan meningitis TBC, milier TBC, penyebaran bronkogen, pleuritis TBC, pleuritis TBC dengan keadaan umum jelek ditambah teapi dengan kortikosteroid.
10. Usaha preventif dilakukan dengan vaksin BCG dan kemoprofilaksis. Keterlambatan motorik kasar menunjukkan adanya kerusakan pada susunan saraf pusat seperti serebral palsi (gangguan motorik yang di sebabkan oleh kerusakan bagian otok yang mengatur otot-otot tubuh)
B. Saran-Saran
Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada.
Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-gejala penyakit pada anak teruma pengetahuan tentang penyakit TB.
DAFTAR PUSTAKA
AdminMinggu : 19 Agustus 2007. Tuberkulosis Pada Anak. Artikel Kedokteran,Pediatrik.http://medlinux.blogspot.com/2007/08/tuberkulosis-pada anak.html
Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Posted By : Asti08.10. Jumat, 26 Maret 2010. Halaman: 14 (9304 hits. Sindrome Down. http://astiw.blogspot.com/2010/03/sindroma-down.html
Speer, morgan, kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical Pathaway. Edisi ke-3. Jakarta : EGC
Suriadi, Yulliani, rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi ke-2. Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya
Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2: Cetakan Ke-11. Jakarta : Percetakan Infomedika
Wong, L.donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol : 2. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar