Selasa, 22 Februari 2011

Askep Infeksi Neonatorum

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
Infeksi neonatus adalah infeksi yang terjadi pada neonatus, dapat terjadi pada masa antenatal, perinatal, dan postpartum.
Menurut Blane (1961) infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara :
1.      Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke plasenta. Kuman melewati batas plasenta dan mengadakan intervilositas masuk ke vena umbilikus sampai ke janin.
2.      Infeksi intranatal
a.       Partus yang lama.
b.      Pemeriksaan vagina yang terlalu sering.
3.      Infeksi postpartum
a.       Penggunaan alat-alat dan perawatan yang tidak steril.
b.      Cross infection (infeksi yang telah ada di rumah sakit).
B.   Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian dari infeksi neonatus ?
2.      Bagaimana etiologi dari infeksi neonatus ?
3.      Apa klasifikasi dari infeksi neonatus ?
4.      Bagaimana patofisiologi dari infeksi neonatus ?
5.      Apa manifestasi klinis dari infeksi neonatus ?
6.      Bagaimana penegakan diagnosis dari infeksi neonatus ?
C.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari infeksi neonatus.
2.      Untuk mengetahui etiologi dari infeksi neonatus.
3.      Untuk mengetahui klasifikasi dari infeksi neonatus.
4.      Untuk mengetahui patofisiologi dari infeksi neonatus.
5.      Untuk mengetahui manifestasi klinis dari infeksi neonatus.
6.      Untuk mengetahui penegakan diagnosis dari infeksi neonatus.

BAB II
KONSEP DASAR
A.   Definisi
Infeksi neonatus adalah infeksi yang terjadi pada neonatus, dapat terjadi pada masa antenatal, perinatal, dan postpartum.
B.   Etiologi
Menurut Blane (1961) infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara :
4.      Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke plasenta. Kuman melewati batas plasenta dan mengadakan intervilositas masuk ke vena umbilikus sampai ke janin. Kuman tersebut seperti :
a.       Virus : rubella, poliomelitis, koksakie, variola, dan lain-lain.
b.      Spirokaeta : sifilis.
c.       Bakteri : jarang sekali kecuali E. Coli dan listeria.
5.      Infeksi intranatal
c.       Partus yang lama.
d.      Pemeriksaan vagina yang terlalu sering.
6.      Infeksi postpartum
c.       Penggunaan alat-alat dan perawatan yang tidak steril.
d.      Cross infection (infeksi yang telah ada di rumah sakit).
C.   Klasifikasi
1.      Infeksi berat (major infection)
a.       Sifilis kongenital
Biasanya terjadi pada masa antenatal, yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
b.      Sepsis neonatorum
Dapat terjadi pada antenatal dan postnatal.
c.       Meningitis
Biasanya didahului sepsis, penyebab utamanya adalah E.colli, pneumokokus, stafilokokus, dan sebagainya.
d.      Pneumonia kongenital
Terjadi pada masa intranatal karena adanya aspirasi likuor amnion yang septik.
e.       Pneumonia aspirasi
Terjadi pada masa postnatal, merupakan penyebab kematian  utama pada bayi BBLR (berat badan lahir rendah), terjadi aspirasi pada saat pemberian makanan karena refleks menelan dan batuk yang belum sempurna.
f.       Pneumonia karena airborn infection
Infeksi terjadi karena berhubungan dengan orang dewasa yang menderita infeksi saluran pernapasan.
g.      Pneumonia stafilokokus
Biasanya terjai pada neonatus yang lahir di rumah sakit.
h.      Diare epidemik
Infeksi yang menyebabkan kematian yang tinggi,disebabkan oleh E.colli yang bersifat patogen.
·         Gastroenteritis E.colli
·         Salmonelosis
i.        Pielonefritis
Infeksi yang mengenai ginjal bayi.
j.        Ostitis akut
Disebabakan oleh metastasis sarang infeksi stafilokokus.
k.      Tetanus neonatorum
Disebabkan oleh clostridium yang bersifat anaerob dan mengeluarkan  eksotopin yang neurotropik.
2.      Infeksi ringan
a.       Pemfigus neonatorum
Gelombang jernih yang berisih nanah yang kemudian kemerahan pada kulit disebabkan oleh stafilokokus.
b.      Oftalmia neonatorum
Infeksi genokokus pada konjungtiva waktu melewati jalan lahir.
c.       Infeksi pusat
Disebabkan oleh stafilokokus aureus, sehingga menimbulkan nanah, edema, dan kemerahan pada ujung pusat.
d.      Moniliasis
Kandida albikans merupakan jamur yang sering ditemukan pada bayi yang dapat menyebabkan stomatitis, diare, dermatitis, dan lain-lain.
D.   Patofisiologi
Patofisiologi dimulai dengan masuknya bakteri dan mengontaminasi sirkulasi sistemik. Bakteri melepaskan endotoksin dan menyebabkan terganggunya proses metabolisme secara progresif. Pada keadaan fulminan (tiba-tiba berat)dapat  menyebabkan kerusakan dan kematian sel karena aktivasi sepsis dengan komlpemen. Hasilnya menyebabkan penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, serta syok yang menyebabkan disseminated intravaskular coagulatian (DIC) dan kematian.
E.   Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari infeksi neonatus di mulai tanpa gejala, tanda-tanda ringan, menggigit, iritabel, letargi, gelisah, dan keinginan menyusu yang kurang dapat menjadi tanda-tanda utama. Temperatur yang tidak stabil dapat meninggi atau kurang dari normal (biasanya hipotermia terjadi pada bayi BBLR). Perubahan warna kulit, lambatnya waktu pengisian kapiler, perubahan denyut jantung,  frekuensi nafas, berat badab tiba-tiba turun, pergerakan kurang, muntah dan diare menjadi nyata pada keadaan penyakit yang progresif. Selain itu, dapat terjadi edema, salerema purpura atau perdarahan, ikterus, hepatosplenomegali, dan kejang. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu “not doing well” kemungkinan besar ia menderita infeksi.
            Manifestasi lainnya adalah data laboratorium yang tidak stabil (khususnya hipoglikemia) dan neptropenia. Diagnosis dapat dikonfirmasikasikan dengan kultur darah yang positif. Kultur ini dapat memekan waktu 48 jam. Sedangkan perjalanan sepsis dapat mengakibatkan kematian dalam beberapa jam. Oleh karena itu, kita harus memulai terapi antibiotik secepatnya. Antibiotik dapat tidak dilanjutkan kultur darah negatif dan bayi tidak menunjukkan gejala sepsis.
            Neonatus terutama BBLR yang dapat tetap hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut menunjukkan gejala penyakit atau menderita penyakit kongenital tertentu. Namun tingkah lakunya berubah dapat dicurigai terjadi infeksi (Hutchinson, 1972).  
F.    Penegakan diagnosis
Diagnosis infeksi perinatal sangat penting, yaitu di samping untuk kepentingan bayi itu sendiri juga lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruang perawatannya. Diagnosis infeksi perinatal tidaklah mudah. Tanda khas seperti yang terdapat pada bayi sering kali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis yang ditegakkan dengan observasi yang teliti, amnesia kehamilan dan persalinan  yang teliti, serta akhirnya dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Infeksi pada neonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian, diagnosis dini dapat kita tegakkan jika kita cukup waspada terhadap tingkah laku neonatus yang sebagai pertanda awal dari permulaan infeksi umum.
Menegakkan diagnosis sepsis  perlu dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1.      Hitung darah lengkap dengan turunannya
Yang terpenting adalah jumlah sel darah merah (WBC).septik neonatus biasanya menunjukkan penurunan jumlah white blood cell (WBC), yaitu kurang dari 500 mm. Hitung jenis darah juga menunjukkan banyak WBC tidak matang dalam aliran darah. Banyaknya darah tidak matang dihubungkan dengan jumlah total WBC diidentifikasikan bahwa bayi men galami respons yang signifikan.
2.      Platelet
Biasanya 150.000 sampai 300.000 mm pada keadaan sepsis platelet munurun, kultur darah gram negatif atau positif, dan tes sensitivitas.
Hasil dari kultur harus tersedia  dalam beberapa jam dan akan mengindikasikan jumlah dan jenis bakteri. Kultur darah atau sensitivitas membutuhkan waktu 24 – 48 jam untuk mengembangkan dan mengidentifikasikan  jenis patogen serta antibiotik yang sesuai.
3.      Lumbal pungsi untuk kultur dan tes sensitivitas pada cairan serebrospinal.
Hal ini dilakukan jika ada  indikasi infeksi neuron.
4.      Kultur urine
a.       Kultur permukaan (surface culture)
Untuk mengidentifikasi kolonisasi, tidak spesifik untuk infeksi bakteri.
b.      Pencegahan infeksi pada neonatus
Cara pencegahan pada neonatus dapat dibagi sebagai berikut :
·         Cara umum
-          Pencegahan infeksi neonatus sudah harus dimulai dari periode antenatal infeksi ibu harus diobati dengan baik, misalnya infeksi umum, lekorea, dan lain –lain. Di kamar bersalin harus ada pemisahan  yang sempurna antara bagian yang sepsis dengan aseptik. Pemisahan ini mencakup ruangan, tenaga perawatan, serta alat kedokteran dan alat perawatan. Ibu yang akan melahirkan sebelumnya masuk kamar bersalin. Pada kelahiran bayi, pertolongan harus dilakukan secara aseptik. Suasana kamar bersalin harus sama dengan kamar operasi. Alat yang digunakan harus steril.
-          Di kamar bayi yang baru lahir harus ada pemisahan yang sempurna untuk bayi yang baru lahir dengan partus aseptik dan partus septik. Pemisahan ini harus mencakup personalia, fasilitas perawatan, dan alat yang digunakan. Selain itu juga dilakukan pemisahan terhadap bayi yang menderita penyakit menular. Perawat harus mendapat pendidikan khusus dan mutu perawatan harus baik, apalagi bila kamar perawatan bayi merupakan suatu kamar perawatan yang khusus. Sebelum dan sesudah memegang bayi harus cuci tangan. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun antiseptik atau sabun biasa asal cukup lama, dalam ruangan harus memakai jubah steril, masker, dan sandal khusus. Dalam ruangan bayi, kita tidak boleh banyak bicara,  dan bila menderita sakit saluran pernapasan atas, tidak boleh masuk kamar bayi.
-          Dapur susu harus bersih dan cara mencampur harus aspetik air susu ibu yang dipompa sebelum diberikan  kepada bayi harus dipasteurisasi dulu. Setiap bayi harus punya tempat pakaian tersendiri, begitu juga inkubator harus sering dibersihkan dan lantai ruangan setiap hari harus dibersihkan serta setiap minggu dicuci dengan menggunakan antiseptik.
·         Cara khusus
-          Pemakaian antibiotik hanya untuk tujuan dan indikasi yang jelas.
-          Pada beberapa keadaan, misalnya ketuban pecah lama (lebih dari 12 jam) air ketuban keruh, infeksi sistemik pada ibu, partus yang lama dan banyak manipulasi intravaginal. Resusitasi  yang berat sering timbul dilema  apakah akan digunakan antibiotik secara prokfilaksis. Penggunaan antibiotik yang banyak dan tidak terarah dapat menyebabkan timbulnya jamur yang berlebihan, misalnya kandida albikans. Sebaliknya jika terlambat memberikan antibiotik pada penyakit infeksi neonatus, seringmberakibat kematian.
Berdasarkan hal diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
-          Bila kemampuan pengawasan klinis dan laboratoriun cukup baik, sebaiknya tidak perlu memberikan antibiotika profilaksis, antibiotika baru diberikan  kalau sudah terdapat tanda infeksi
-          Bila kemampuan tersebut tidak ada maka dapat digunakan pemberian antibiotik profilaksis berupa ampisilin 100 mg/kgbb/hari dan gentamisin3-5 mg/kgbb/hari salama 3-5 hari. Selain hal yang telah diterapkan di atas, petugas yang merupakan karier hukum tertentu harus hati-hati dalam menjalankan tugas perawatan. Masih merupakan masalah yang belum terpecahkan apakah para karier ini harus dilarang bekerja di bangsal perawatan bayi baru lahir dan harus diobati lebih dahulu. Namun, selama syarat aseptik dan antiseptik diperhatikan kemungkinan petugas ini untuk menularkan penyakit dapat diatasi.
Ada dua alasan utama yang menyebabkan infeksi neonatus, yaitu perlindungan dari uterus tidak ada lagi, dan tidak cukupnya daya tahan tubuh neonatus terhadap penyakit. Fetus dapat terinfeksi dari uterus atau neonatus terinfeksi sepanjang jalan lahir atau dari infeksi asendens yang mengikuti ruptur membran. Infeksi perinatal menyebabkan transmisi vertikal infeksi. Contoh transmisi vertikal ini adalah infeksi Toxoplasmosis Other Rubella Cytomegalo (TORCH), virus dan herpes kongenital, serta hepatitis.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
( Infeksi neonatus )
A.   Pengkajian
Perawat mempunyai tugas yang penting dalam mengkaji tanda-tanda infeksi pada neonatus, tanda dan gejala sepsis pada neonatus sering tak terlihat dan dikenali oleh pemberi keperawatan profesional. Perawat neonatus mempunyai tanggung jawab untuk mengenali tanda-tanda, sehingga diagnosis dan perawatannya dapat diberikan segera.
1.      Biodata bayi
2.      Riwayat kesehatan sekarang
a.       Sistem saraf pusat
·         Fontanel yang menonjol.
·         Letargi.
·         Temperatur yang tidak stabil.
·         Hipotonia.
·         Tremor yang kuat.
b.      Sistem pencernaan
·         Hilangnya keinginan untuk menyusui.
·         Penurunan intake melalui oral.
·         Muntah.
·         Diare.
·         Distensi abdomen.
c.       Sistem integumen
·         Kuning.
·         Adanya lesi.
·         Ruam.
d.      Sistem pernapasan
·         Apnea.
·         Sianosis.
·         Takipnea.
·         Penurunan saturasi oksigen.
·         Nasal memerah, mendengkur, dan retraksi dinding dada.
e.       Sistem kardiovaskular
·         Takikardi.
·         Menurunnya denyut perifer.
·         Pucat.
3.      Riwayat kesehatan keluarga
a.       Apakah ada anggota keluarga yang menderita sifilis.
4.      Data psikologi
a.       Keluhan dan reaksi bayi terhadap penyakitnya.
b.      Tingkat adaptasi bayi terhadap penyakitnya.
B.   Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin ditemukan pada infeksi neonatus :
1.      Tidak efektifnya pola napas yang berhubungan dengan meningkatnya sekret di saluran napas.
2.      Perubahan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses infeksi.
3.      Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan malas minum, diare, dan muntah.
4.      Kurangnya volume cairan yang berhubungan dengan diare dan malas menyusui.
5.      Gangguan rasa nyaman dan aman yang berhubungan dengan infeksi.
C.   Intervensi keperawatan
1.      Diagnosis 1: tidak efektifnya pola napas yang berhubungan dengan meningkatnya sekret di saluran napas.
Data objektif: bayi t ampak sesak napas, gelisah, frekuensi pernapasan meningkat, dan sekret berlebihan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan pernapasan dapat diatasi.
Kriteria hasil: bayi tidak sesak lagi, bayi tenang, frekuensi pernapasan menurun, sekret di saluran napas tidak ada lagi.
Intervensi:
a.       Tempatkan bayi pada posisi yang nyaman, kepala ditinggikan (misalnya digendong).
Rasional: posisi yang baik dapat membantu melonggarkan jalan napas.
b.      Berikan O2 dan bersihkan jalan napas dari sekret.
Rasional: O2 mengatasi kebutuhan tubuh akan oksigen dan membersihkan jalan napas akan mengurangi sumbatan di saluran napas.
c.       Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik.
Rasional: antibiotik dapat mengatasi infeksi.
2.      Diagnosis 2: gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan malas minum, diare, dan muntah.
Data objektif: bayi malas minum atau menyusui, muntah, diare, berat badan menurun, dan gelisah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, gangguan pemenuhan nutrisi dapat diatasi.
Kriteria hasil: muntah dan diare berhenti, bayi mau disusui.
Intervensi:
a.       Anjurkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI.
Rasional: ASI mengandung IgA dalam jumlah tinggi yang dapat memberikan imunitas.
b.      Auskultasi bising usus.
Rasional: penurunan aliran darah dapat menurunkan peristaltik usus.
c.       Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obatan seperti antibiotik dan pemberian cairan.
Rasional: antibiotik dapat mengatasi infeksi yang akan memperberat infeksi.
3.      Diagnosis 3: kurangnya volume cairan tubuh yang berhubungan dengan diare, muntah, dan malas minum.
Data objektif:
a.       Turgor buruk dan kulit kering.
b.      Membran mukosa kering.
c.       Hipertermi.
d.      Masa menyusui.
e.       Diare.
f.       Muntah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, volume cairan kembali normal.
Kriteria hasil: suhu normal,membran mukosa dan kulit tidak lagi kering.
Intervensi:
a.       Anjurkan pada ibu tetap memberikan ASI.
Rasional: ASI mengandung IgA dalam jumlah tinggi dapat memberikan imunitas.
b.      Awasi masukan dan pengeluaran, catat dan ukur frekuensi diare, dan kehilangan cairan.
Rasional: perubahan pada kualitas susu sangat mempengaruhi kebutuhan cairan dan peningkatan risiko dehidrasi.
c.       Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obatan dan terapi cairan.
Rasional: terapi cairan dapat membantu mengurangi gangguan cairan tubuh.
4.      Diagnosis 4 : perubahan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu tubuh bayi kembali normal.
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda hipertermi
Intervensi :
a.       Pantau suhu pasien (derajat dan  pola ) ; perhatikan bunyi menggigil / diaforesis.
Rasional : suhu 38,9 derajat sampai 41 derajat menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
b.      Pantau suhu lungkunagn, batasi atau tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
Rasional : suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
c.       Berikan kompres mandi hangat ; hindari penggunaan alkohol
Rasional : dapat membantu mengurangi demam
d.      Kolaborasi :
1.      Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol).
Rasional : digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
2.      Berikan antibiotik
Rasional : antimikroba mengobati infeksi yang menjadi penyebab penyakit.
6.      Diagnosis 5 : Gangguan rasa nyaman dan aman yang berhubungan dengan infeksi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, bayi tidak rewel
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda nyeri,bayi nampak tenang.
Intervensi :
a.       Menjelaskan proses terjadinya infeksi kepada keluarga klien.
Rasional : agar tidak adda kekhawatiran saat terjadi sesuatu
b.      Beri lingkungan tenang dan nyaman
Rasional : menurunkan reaksi terhadap terhadap stimulus dari luar agar dapat meningkatkan istrahat atau relaksasi.
D.   Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas putunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
E.   Evaluasi keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.

BAB IV
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Infeksi neonatus adalah infeksi yang terjadi pada neonatus, dapat terjadi pada masa antenatal, perinatal, dan postpartum.
Menurut Blane (1961) infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara :
7.      Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke plasenta. Kuman melewati batas plasenta dan mengadakan intervilositas masuk ke vena umbilikus sampai ke janin. Kuman tersebut seperti :
d.      Virus : rubella, poliomelitis, koksakie, variola, dan lain-lain.
e.       Spirokaeta : sifilis.
f.       Bakteri : jarang sekali kecuali E. Coli dan listeria.
8.      Infeksi intranatal
e.       Partus yang lama.
f.       Pemeriksaan vagina yang terlalu sering.
9.      Infeksi postpartum
e.       Penggunaan alat-alat dan perawatan yang tidak steril.
f.       Cross infection (infeksi yang telah ada di rumah sakit).
B.   Saran
1.      Bagi para pembaca, diharapkan dapat memetik pemahaman dari uraian yang dipaparkan diatas, dan dapat mengaplikasikannya dalam lingkungan masyarkat sehingga dapat mencegah infeksi neonatus
2.      Bagi mahasiswa, diharapkan agar terus menambah wawasan khususnya dalam bidang keperawatan.
3.      Bagi dosen pembimbing, diharapkan dapat memberi masukan, baik dalam proses penyusunan maupun dalam pemenuhan referensi untuk membantu kelancaran dan kesempurnaan pembuatan makalah kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . Jakarta : EGC
Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta : EGC
hidayat2.wordpress.com/2009/07/14/askep-ca-colon. Di akses 8 januari 2011
Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta.: FKUI
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta :Salemba Medika
Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses–Proses  Penyakit  .Vol. 1, Edisi 6, Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., 2002 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth  Vol. 2, Edisi 8, Jakarta : EGC
www.ilmukeperawatan.com/askep.htm. di akses 8 januari 2011
www.lintasberita.com/Dunia/Berita-Dunia/askep-ca-colon. di akses 8 januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar