Jumat, 21 Januari 2011

Akep GGA & GGK


ASUHAN KEPERAWATAN
 ARF (ACUT RENAL FAILURE) DAN
 CRF (CRONIK RENAL FAILURE)

A.      PENGERTIAN
1.         ACUT RENAL FAILURE (ARF)
Acute Renal Failure (ARF) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dancepat serta terjadinya azotemia. (Davidson 1984).
2.         CRONIC RENAL FAILURE (CRF)
Cronic Renal Failure (CRF) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan caian dan elektrolit, menyebabkan uremia.
B.       ETIOLOGI
1.         Acut Renal Failure (ARF)
Tiga kategori utama kondisi penyebab ARF adalah :
a.         Pra Renal
Dimana aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah :
1)        Penurunan volume vaskuler
a)         Kehilangan darah/plasma : perdarahan luka bakar
b)        Kehilangan cairan ekstraselluer : muntah,diare
2)        Kenaikan kapasitas kapiler : Sepsis, Blokade ganglion, Reaksi anafilaksis
3)        Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung : Renjatan kardiogenik, Payah jantung kongestif, Dysritmia, Emboli paru, Infark jantung.
b.        Intra Renal
Akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus distal. Kondisi seperti terbakar,udema akibat benturan dan infeksi dan agen nefrotik dapat menyebabkan nekrosi tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Reaksi transfusi yang parah juga gagal intra renal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi ditubulus distal menjadi faktor terbentuknya hemoglobin.
Faktor penyebab adalah : pemakaian obat-obat anti inflamasi, non steroid terutama pada pasien lansia.
c.         Pasca Renal
Penyebab gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi dibagian distal ginjal, tekanan ditubulus distal menurun akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat.
2.         Cronic Renal Failure (CRF)
Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam dua kelompok :
a.              Penyakit Sistemik, seperti DM, Glomerulonefritis, pielonefritis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol, obstruksi traktus urinalis, gangguan vascular, infeksi, medikasi atau agen toksit, lessi herediteir seperti ginjal polikistik.
b.             Lingkungan dan agen berbahaya (logam berat)
C.      PATOFISIOLOGI
1.         Acut Renal Failure (ARF)
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUM, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
a.         Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b.        Stadium Oliguria.
Volume urine <400 ml/24 jam disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari subtansi yang biasanya dieksresikan oleh ginjal (urea,kreatinin,asam urat dan kation intra seluler kalium dan magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya dan kondisi yang mengancam jiwa seperti kalemia.
c.         Stadium Diuresis.
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun kadar haluaran untuk mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih ada sehingga penatalaksanaan medis dan keparawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
d.        Stadium penyembuhan.
Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus permanen sekitar 1 % - 3 %, tertapi hal ini secara klinis tidak signifikan.
2.         Cronic Renal Failure (CRF).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium :
a.         Stadium 1.
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum merasakan gejalah-gejalah dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memnerikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
b.        Stadium II.
Insufisiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % -50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas sperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah-langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk tahap yang lebih berat. Pada tahap ini > 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini.
Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon teehadap kege;isahan atau minum yang berlebihan.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutamam menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.
c.         Stadium III.
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
D.      MANIFESTASI KLINIS
1.         ACUT RENAL FAILURE (ARF).
Haluaran urine sedikit, Mengandung darah, Peningkatan BUN dan kreatinin, Anemia, Hiperkalemia, Asidosis metabolic, Anemia, Udema,  Anoreksia,nause,vomitus,  Turgor kulit jelek,gatal-gatal pada kulit.
2.         CRONIC RENAL FAILURE (CRF).
Gangguan pernapasan, Udema, Hipertensi, Anoreksia,nausea, vomitus, Ulserasi lambung, Stomatitis, Proteinuria, Hematuria,  Letargi, apatis,  Anemia, Perdarahan, Turgor kulit jelek,gatal-gatal pada kulit, Distrofi renal, Hiperkalemia, Asidosis metabolik
E.       TEST DIAGNOSTIK
1.         Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein.
2.         Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
3.         KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya  obstruksi .
4.         Pielografi retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5.         Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstraskular, massa.
6.         Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,refluks ureter,retensi
7.         Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
8.         Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel jaringan untuk diagnosis histologis
9.         Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
10.     EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.
F.       PENATALAKSANAAN
1.         ACUT RENAL FAILURE (ARF)
a.         Penanganan hiperkalemia.
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmoL/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium pohstruren sulfonat /kayexalatel), secara oral atau melalui retensi enema. Sorbital sering diberikan bersama dengan kayexalate untuk menginduksi tipe diare (menginduksi kehilangan cairan di saluran gastrointestinal. Jika enema retensi diberikan (kolon merupakan tempat utama untuk pertukaran kalium), Kateter rektal yang memiliki balon dapat direspkan untuk memfasilitasi retensi jika diperlukan.
Pasien yang kadar kaliumnya tinggi dan meningkat memerlukan dialisis, peritoneal dialisis,atau hemofiltrasi dengan segera.
Glukosa, insulin atau kalsium glukonat secara intravena dapat digunakan sebagai tindakan darurat sementara untuk menangani hiperkalamia.
Natrium bicarbonat dapat diberikan untuk menaikkan ph plasma, menyebabkan kalium bergerak kedalam sel sehingga kadar kalium pasien menurun. Semua produk kalium ekstrenal dihilangkan atau dikurangi.
b.        Memepertahankan keseimbangan cairan.
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, faeces, drainase luka dan perspirasi, dihitung dan digunkan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan. Cairan yang hilang melalui kulit dan paru dan hilang sebagai akibat dari proses metabolisme normal juga dipertimbangkan dalam penatalaksanaan cairan. Pasien ditimbang berat badan setiap hari dan dapat diperkirakan turun 0,2 sampai 0,5 kg setiap hari jika keseimbangan nitrogen negatif ( masukan kolon yang diterima kurang dari kebutuhan). Jika pasien kehilangan berat badan atau mengalami hipertensi, diduga adanya retensi cairan. Kelebihan cairan dapat dideteksi melalui temuan klinis seperti dyspnoe, takikardi,dan distensi vena lehar. Paru-paru auskultasi akan adanya tanda-tanda krekels basah. Karena edema pulmuner dapat diakibatkan karena pemebrian cairan parenteral yang berlebihan, maka kewaspadaan penggunaannya harus ditingkatkan untuk mencegah kelebihan cairan. Terjadinya edema diseluruh tubuh dikaji dengan pemeriksaan area prasakaral dan pratibial beberapa kali dalam sehari.
c.         Pertimbangan nutrisional.
Diet protein dibatasi sampai 1 g/kg selama fase oliguri untuk menurunkan pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Kebutuhan kalori dipenuhi dengan pemberian diet tinggi karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek terhadap protein yang luas (pada diet tinggi karbohidrat, protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi dibagi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan cairan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang,jeruk,kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2 gr/hari.
d.        Cairan IV dan diuretic.
Aliran darah ke ginjal yang adekuat pada banyak pasien dapat dipertahankan melalui cairan intra vena dan medikasi. Manitol furosemid, atau asam ektrakrinik dapat diresepkan untuk mengawali diuresis dan mencegah atau mengurangi gagal ginjal berikutnya. Jika gagal ginjal akut disebabkan oleh hipovolemia akibat hipoproteinemia, infus albumin dapat diresepkan. Syok dan infeksi dapat ditangani, jika ada.
e.         Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat.
Jika asidosis berat terjadi, gas darah arteri harus dipantau, tindakan ventilasi yang tepat harus dilakukan jika terjadi masalah pernapasan. Pasien memerlukan terapi natrium karbonat atau dialisis.Peningkatan serum fosfat  pasien dapat dikendalikan dengan agens pengikat fosfat (aluminium hidroksida); agens ini membantu mencegah peningkatan serum fosfat dengan menurunkan absorbsi fosfat disaluran intestinal.
f.         Pemantauan lanjut sampai fase pemulihan
Fase oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10 sampai 20 hari dan diikuti fase diuretik, dimana haliaran urine mulai meningkat, menunjukkan fungsi ginjal talah membaik. Evaluasi kimia darah dilakukan untuk menentukan jumlah natrium. Kalium dan cairan yang diperlurlukan selama pengkajian tergadap hidrasi lebih dan hidrasi kurang. Setelah fase diuretik, pasien diberikam diet tinggi protein, tinggi kalori dan dorong untuk melakukam aktifitas secara bertahap.
g.        Dialisis.
Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius. Seperti hiperkalimia, perikarditis dan kejang.
2.         CRONIC RENAL FAILURE (CRF).
a.         Tujuannya untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatis selama mungkin, serta mencegah komplikasi dengan pendekatan kolaboratif dalam perawan mencakup :
1)         Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet yang berlebihan.
2)         Perikarditis, effusi pericardial, tamponade jantung akibat retensi produk sampah urine dan dialysis yang tidak adekuat.
3)         Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin angiotension aldesteron.
4)         Anemia akibat penurunan eritopoetin, penurunan usia sel darah merah, perdarahan gastro intestinal akibat iritasi toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.
5)        Penyakit tulang serta calfisikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme Vit- D abnormal.
Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian anti hipertensi, eritopoiten, suplemen zat besi, agen pengikat posfat dan suplemen kalsium yang yang cukup. Dan perlu mendapat penanganan dialysis yang adekuat.
b.        Intervensi diet.
Perlu pada gangguan fungsi renal mencakup pengaturan protein, masukan cairan untuk mengganti cairan yang hilang, masukan natrium dan pembatasan kalium.
G.      Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk membantu pasien. Proses keperawatan terdiri dari 4 tahap yaitu :
1.         Pengkajian
Pengkajian keperawatan bagi orang dengan kegagalan ginjal kronis sangat kompleks, terutama karena menyangkut berbagai sistem dan kekronisan dari gangguan. Pengkajian harus mencakup fisik, psikologis dan parameter sosial. Riwayat keperawatan dan pengkajian fisik harus mendapatkan berbagai macam informasi demi penegakkan diagnosa keperawatan yang cocok.
Data dasar Pengkajian pasien :
a.        Aktifitas/Istirahat
Gejala  :  Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise.
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen).
Tanda   : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b.        Sirkulasi
Gejala   : Riwayat hipertensi lama atau berat.
Palpitasi ; nyeri dada (angina).
Tanda  :  Hipertensi; DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
Disritmia jantung
Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hypovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Friction rub perikardial (respons terhadap akumulasi sisa)
Pucat; kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan.
c.         Integritas Ego
Gejala  :  Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya.
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda  :  Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
Disritmia jantung
d.        Eliminasi
Gejala  :  Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda   : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat berawan.
Oliguria, dapat menjadi anuria.
e.         Makanan/cairan
Gejala  :  Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan amonia).
Penggunaan diuretik.
Tanda   : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit/kelembaban
Edema (umum, tergantung)
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
f.          Neurosensori
Gejala   : Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot/kejang; sindrom “kaki gelisah” ; kebas rasa terbakar pada telapak kaki.
Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda  :  Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.
g.        Ketidaknyamanan
Gejala  :  Nyeri panggul, sakit kepala; kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari).
Tanda   :            Perilaku berhati-hati/distraksi; gelisah
h.        Pernafasan
Gejala    : Nafas pendek; disritmia nokturnal paroksismal; batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda    : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan Kussmaul).
Batuk produktif dengan sputum merah muda – encer (edema paru).
i.          Keamanan
Gejala  :  Kulit gatal.
Ada/berulangnya infeksi.
Tanda   : Pruritus, petekia, area ekimosis pada kulit.
Demam (sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
j.          Seksualitas
Gejala   : Penurunan libido; amenorea; infertilitas
k.         Interaksi sosial
Gejala   : Kesulitan menentukan kondisi.
l.          Penyuluhan/pembelajaran
Gejala  :  Riwayat Diabetes Mellitus keluarga, penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi.
Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang.

2.         Diagnosa keperawatan
a.        Diagnosa Keperawatan pasien dengan gagal ginjal akut (ARF)
1)        Peningkatan volume cairan tubuh bd penurunan fungsi ginjal
2)        Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, vomitus, nausea.
3)        Aktivity intolerans b/d kelemahan.
4)        Kecemasan B/D ketidak tahuan proses penyakit.
b.        Diagnosa Keperawatan pasien dengan gagal ginjal cronis (CRF)
1)        Gangguan pola napas B/D adanya dyspnoe
2)        Resti kerusakan integritas kulit B/D udema dan penimbunan orokrom.
3.         Rencana/Tindakan Keperawatan
a.        Gagal Ginjal Akut (ARF)
1)        Peningkatan volume cairan tubuh bd penurunan fungsi ginjal
 Intervensi :
a)         Kaji keadaan udema
Rasional : edema menunjukan perpindahan cairan krena peningkatan permebilitas sehingga mudah ditensi oleh akumulasi cxairan walaupun minimal, sehingga berat badan dapat meningkat 4,5 kg
b)        Kontrol intake danout put per 24 jam.
Rasional : untuk mengetahui fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan kelebihan resiko cairan.
c)         Timbang berat badan tiap hari
Rasional penimbangan berat badan setiap hari membantu menentukan keseimbangan dan masukan cairan yang tepat. Apenimbangan BBlebih dari 0.5 kg/hari dapat menunjukan perpindahan kesimbangan cairan
d)        Beritahu keluarga agar klien dapat membatasi minum
Rasional : manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua  sember ditambah perkiraan yang tidak nampak. Pasien dengan kelebihan cairan yang tidak responsif terhadap pembatasan caiaran dan diuretic membutuhkan dialysis.
e)         Penatalaksanaan pemberian obat anti diuretik.
Rasional           : Obatanti diuretic dat melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia dan meningkatkan volume urine adekuat. Misalnya : Furosemide.
f)         kolaborasi pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal.
Rasional : Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran sejauh mana terjadi kegagalan ginjal.
2)        Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, vomitus, nausea.
a)         Observasi status klien dan keefektifan diet.
Rasional           : Membantu dalam mengidentifikasi dan kebutuhan diet,  kondisi fisik umum, gejala uremik dan pembatasan diet mempengaruhi asupan makanan.
b)        Berikan dorongan hygiene oral yang baik sebelum dan setelah makan.
Rasional           : Higiene oral yang tepat mencegah bau mulut dan rasa tidak enak akibat mikroorganisme, membantu mencegah stomatitis.
c)         Berikan makanan TKRGR
Rasional           : Lemak dan protein tidak digunakan sebagai sumber protein utama, sehingga tidak terjadi penumpukan yang bersifat asam, serta diet rendah garam memungkinkan retensi air kedalam intra vaskuler.
d)        Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering.
Rasional : Meminimalkan anoreksia, mual sehubungan dengan status uremik.
e)         Kolaborasi pemberian obat anti emetic.
Rasional : Antiemetik dapat menghilangkan mual dan muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.
3)        Aktivity intolerans b/d kelemahan.
Intervensi:
a)         Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL
Rasional : Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam pemenuhan ADL.
b)        Kaji tingkat kelelahan.
Rasional : Menentukan derajat dan efek ketidakmampun.
c)         Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.
Rasional : Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis)  yang dapat diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui.
d)        Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.
Rasional : Menghemat energi untuk aktifitas perawatan  diri yang diperlukan .
e)         Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberika rasa aman bagi klien.
f)         Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.
Rasional : Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi  Ht dan Hb yang menurun adalah menunjukan salah satu indikasi teerjadinya gangguan eritopoetin.
4)        Kecemasan B/D ketidak tahuan proses penyakit.
Intervensi.
a)         Kaji tingkat kecenmasan klien.
Rasional : Menentukan derajat efek dan kecemasan.
b)        Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.
Rasional : Klien dapat belajar tentang penyakitnya serta penanganannya, dalam rangka memahami dan menerima diagnosis serta konsekuensi mediknya.
c)         Bantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan akibat penyakitnya.
Rasional : klien dapat memahami bahwa kehidupannya tidak harus mengalami perubahan berarti akibat penyakit yang diderita.
d)        Biarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.
Rasional : Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan dapat membina kbersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk melaksanakan intervensi berikutnya.
e)         Memanfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran kelurga.
Rasional : Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkan dukungan keluarga.
b.      Diagnosa Keperawatan pasien dengan gagal ginjal cronis (CRF)
1)        Gangguan pola napas B/D adanya dyspnoe
Intervensi.
a)        Observasi pola napas klien.
Rasional : Dyspnoe, Tachikardi, dan pernapasan irreguler dan bunyi ronchi adalah indikasi adanya gangguna saluran napas.
b)        Kaji warna kulit, kuku dan membrane mukosa.
Rasional : Kepucatan merupakan indikasi anemia dan sianosis terkait dengan kongesti dan gagal jantung  yang berakibat perfusi jaringan yang tidak adekuat.
c)        Atur posisi semi fowler
Rasional : Posisi semi fowler memungkinkan organ abdomen menjauhi diafragma sehingga ekspansi paru obtimal.
d)       Observasi VS.
Rasional : Gangguan pertukaran O2 mengakibatkan perubahan pada VS, terutama BP, HR, RR.
e)        Kolaborasi untuk pemberian tambahan oksigen.
Rasional : Maksimumkan kebutuhan O2 untuk kebutuhan miokardium.
f)         Kolaborasi pemeriksaan AGD.
Rasional : AGD sangat penting untuk mengetahui adanya gangguan pertukaran gas dalam paru.
2)        Resti kerusakan integritas kulit B/D udema dan penimbunan orokrom.
a)        Observasi kulit terhadap perubahan warna, turgor dan vascular.
Rasional : Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan terjadinya dekubitus
b)        Observasi area udema
Rasional : Jaringan udema lebih cenderung rusak/robek
c)        Ubah posisi sesering mungkin
Rasional : Untuk menekan tekanan udem
d)       Berikan perawatan kulit (kebersihan) dan pemberian lotion
Rasional : Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit
f)         Pertahankan linen kering bebas keriput
Rasional : menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit
g)        Anjurkan pasien untuk menggunakan kompres lembab dan pertahankan kuku tetap pendek.
Rasional : menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera (kulit).
h)        Anjurkan untuk menggunakan pakaian katun longgar
Rasional : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
4.         Pelaksanaan/tindakan Keperawatan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat.
Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan-kesehatan yang lain keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal :
a.         Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada.
b.        Mengidentifikasi respon klien.
c.         Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
a.         Kebutuhan klien.
b.        Dasar dari tindakan.
c.         Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat.
d.        Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri.
e.         Sumber-sumber dari instansi.


5.      Evaluasi
Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 9. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn C, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaa dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit (Human Physiology and Mechanisms Disease, Edisi Revisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lang, Florian dan Silbernagl, Stefan. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI.
Smeltzer and Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar