Sabtu, 11 Desember 2010

ASKEP Obstruksi Saluran Napas pada Anak

Udara masuk secara berurutan melalui :
1. Lubang hidung – rongga hidung (cavum Nasi ).
2. Pharynx – faring
3. Larynx – laring
4. Trachea – trakea
5. Bronchus – bronkus
6. Bronchiole – bronchiole
7. Alveoli.

A. Pengertian
Obstruksi jalan napas atas adalah gangguan yang menimbulkan penyumbatan pada saluran pernapasan bagian atas. Beberapa gangguan yang merupakan obstruksi pada jalan napas atas, diantaranya adalah :
a. Obstruksi Nasal
a) Merupakan tersumbatnya perjalanan udara melalui nostril oleh deviasi septum nasi, hipertrofi tulang torbinat / tekanan polip yang dapat mengakibatkan episode nasofaringitis infeksi.
Obstruksi pada nasal meliputi:
 Tumor hidung
Yaitu pertumbuhan sel yang abnormal sebagai akibat radang pada hidung.
Ada 2 jenis tumor, yaitu:
 Tumor jinak, biasanya terjadi di kavum nasi dan sinus paranasal.
 Tumor ganas, sering ditemukan di papiloma.

 Karsinoma Nasofaring
Merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi difosa rosenmuller dan atap nasofaring dan merupakan tumor di daerah leher.

 Polip Hidung
Merupakan masa lunak, berwarna puth, keabu-abuan yang terdapat di dalam ringga hidung, paling sering berasal dari sinus etmoid, multipel dan bilateral.

b. Obstruksi Laring
Adalah adanya penyumbatan pada ruang sempit pita suara yang berupa pembengkakan membran mukosa laring, dapat menutup jalan dengan rapat mengarah pada astiksia.
Salah satu penyakit obstruksi laring, yaitu :
a) Abses peritonsil (Quinsy)
Yaitu kumpulan nnah yang terbentuk di dalam ruang peritonsial.

B. Etiologi
a. Obstruksi Nasal
a) Tumor hidung
 Idiopatik (belum diketahui)

b) Karsinoma Nasofaring
 Virus Epstein Barr
 Faktor rass
 Letak geografis
 Jenis kelamin : laki-laki > wanita
 Faktor lingkungan (iritasi bahan kimia, kebiasaan memasak dengan bahan/bumbu masakan tertentu, asap sejenis kayu tertentu).
 Faktor genetik

c) Polip hidung
 Akibat reaksi hipersensitif / reaksi alergi pada mukosa hidung

b. Obstruksi Laring
a) Abses Peritonsil (Quinsy)
 Disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes.
 Kuman aerob dan anaerob

C. Patofisiologi
a. Obstruksi Nasal
a) Tumor hidung
Tumor hidung dapat diketahui bersama-sama dengan polip nasi dan cenderung kambuh. Mempunyai kecenderungan untuk timbul bersama tumor hidung sel skuamosa maligna, lebih sering timbul di dinding lateral hidung dan dapat pula menyebabkan obstruksi saluran pernapasan hidung, perdarahan intermiten atau keduanya.
b) Karsinoma Nasofaring
Agen penyebab masuk ke saluran napas atas dan mengiritasi epitoliuma yang terdapat pada dinding mukosa nasofaring sampai berulserasi dan terinfeksi, menyebabkan pertumbuhan jaringan baru yang dapat bersifat ganas yang dapat menyebabkan obstruksi saluran pernapasan bagian atas. Menyebabkan pertukaran O2 di dalam tubuh terhambat, sehingga pemenuhan kebutuhan O2 tidak adekuat. Selain itu, karsinoma nasofaring bisa bermetastase ke jaringan / organ tubuh lain.

c) Polip Hidung
Akibat reaksi alergi pada mukosa hidung, menyebabkan mukosa hidung membengkak dan terisi banyak cairan interseluler, sehingga sel menjadi radang kemudian terdorong ke dalam rongga hidung oleh gaya berat dan akan menekan jaringan saraf, pembuluh darah dan kelenjar pada hidung. Sehingga terbentuklah masa yang mengandung jaringan saraf pembuluh darah yang rusak, yang dapat menimbulkan sumbatan hidung yang menetap dan rinorea serta terjadinya hiposmig/anemia, sehingga mengakibatkan klien terlihat bersin-bersin dan terjadinya iritasi di hidung.

b. Obstruksi Laring
Laring merupakan kotak kaku dan mengandung ruangan sempit antara pita suara (glotis), dimana udara harus melewati ruang ini. Adanya pembengkakan membran mukosa larings dapat menutupi jalan ini yang menjadi penyebab kematian.
a) Abses Peritonial (Quinsy)
Proses infeksi yang disebabkan oleh kuman penyebab tonsilitis di dalam ruang peritonsil akan mengalami supurasi (proses terbentuknya nanah karena bakteri piogen, lalu menembus kapsul tonsil dan menjalar serta menginfeksi di sekitar gigi, ke spatium parafaringium dan pembuluh darah yang dapat menyebabkan sepsis).

D. Manifestasi
a. Obstruksi Nasal
a) Tumor Hidung
Secara makroskopi mirip dengan polip hidung, hanya lebih keras, padat dan tidak mengkilat. Ada dua jenis, yaitu aksolitik dan andolitik (papiloma inversi) yang terakhir bersifat sangat invasif, dapat merusak tulang dan jaringan lunak sekitarnya diduga dapat berubah menjadi ganas.

b) Karsinoma Nasofaring
 Gejalanya dibagi dalam 4 kelompok, yaitu:
 Gejala nasofaring sendiri, berupa epistaksis ringan,pilek / sumbatan hidung.
 Gejala telinga, berupa tinitus, rasa tidak nyaman sampai nyeri di telinga.
 Gejala saraf, berupa gangguan saraf otak seperti diplopia, parestesia di daerah pipi, neurolgia trigeminal, parasis / paralisis arkus faring, kelumpuhan otot bahu dan sering tersedak.
 Gejala / metastatis di leher, berupa benjolan di leher.

c) Polip Hidung
 Sumbatan hidung yang menetap dan rinorea.
 Dapat terjadi hiposmig / anosmia
 Bersin
 Iritasi di hidung
 Pembengakkan mukosa dari mukosa hidung di luar sinus.
 Masa berupa berwarna putih seperti agar-agar.
 Bila ditusuk tidak memberikan rasa sakit dan tidak berdarah.

b. Obstruksi Laring
 Hipersalivasi
 Suara sengau
 Kadang-kadang sulit membuka mulut
 Pembengkakan
 Nyeri tekan pada kelenjar submandibular
 Palatum mole pembengkakan
 Teraba fruktuasi
 Tonsil bengakak

Abses Peritonsil (Quinsy)
 Demam tinggi
 Leukositosis
 Nyeri tenggorokan
 Otalgia
 Nyeri menelan
 Muntah
 Mulut berbau
 Hiperemis

E. Pemeriksaan Penunjang
a. Obstruksi Nasal
a) Tumor hidung dan karsinoma
 Naso endoskopi : untuk menemukan tumor dini
 CT Scan : perluasan tumor dan destruksi tulang
 MRI : membedakan jaringan tumor dari jaringan normal
 Pemeriksaan Radiologik konvensional : tampak masa jaringan lunak di daerah nasofaring.
 Tomografi komputer : terlihat adanya simetri dari resesus lateratif, tonus tubarius dan dinding posterior nasofaring.
 Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll : untuk memastikan adanya tumor, mendeteksi kekambuhan / untuk mendeteksi secara dini tumor.

b) Polip Hidung
 Rinoskopi anterior → terlihat adanya polip
 Endoskopi → terlihat polip yang masih sangat kecil dan belum keluar kom. dapat terlihat.
 Rontgen polos (CT Scan) → mendeteksi adanya simetrif
 Biopsi → penampakan makroskopis menyerupai keganasan / bila pada foto rontgen ada gambaran erosi tulang.

c) Abses Peritonsil
Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh jaringan, karena trismus-palatum mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak / detritus dan terdorong ke arah tengah, depan dan bawah.

F. Komplikasi
a. Obstruksi Nasal
a) Tumor hidung
Tidak dapat bermetastasis, tetapi sangat destruktif disekitarnya dapat menyebarmemenuhi nasofaring dan terlihat dari orofaring.

b) Karsinoma Nasofaring
Metastasis jauh ke tulang, hati dan paru dengan gejala khas, nyeri pada tulang, batuk-batuk dan gangguan fungsi hati.

c) Polip Hidung
Terjadinya pertautan endotel yang terbuka, menandakan kebocoran pembuluh darah.

b. Obstruksi Larings
a) Abses Peritonsial (Quinsy)
 Abses parafaringeal
 Abses retrofaringeal dan edema larings
 Dehidrasi perdarahan
 Aspirasi paru
 Mediastinitis
 Trambus sinus kavernosus
 Meningitis dan abses otak

G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
a) Obstrusi Nasal
 Tumor hidung
 Pembedahan luas, bila ada yang tertinggi dapat residif.
 Radiasi dapat mengecilkan tumor, tapi tidak dianjurkan karena bisa dapat menjadikan ganas.

b) Karsinoma Nasofaring
 Radio terapi
 Dilakukan diseksi leher
 Pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi vaksin dan anti virus.
 Kemoterapi dengan kombinasi sis-platinum.

c) Polip hidung
 Tindakan konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau oral, misal Prednison 50 mg/hari
 Secara lokal disuntikan ke dalam polip, misal Triamsinolon asetonis / prednisolon 0,5 mg tiap 5-7 hari.
 Secara topikal sebagai semprot hidung, misal Beklometason dipropionah
 Dilakukan ekstraksi polip dengan senar.
 Operasi etmoidektomi intranasal dan ekstranasal.



d) Obstruksi Laring
 Abses peritonsial (Quinsy)
 Pada stadium infiltrasi, tindakan yang dilakukan :
 Berikan antibiotik dosis tinggi (penisilin 600.000 – 1.200.000 unit, ampisilin, dll)
 Berikan analgesik, antipirotik (parasetamol 3x250 . 500 mg)
 Anjurkan berkumur dengan antiseptik / air hangat dan kompres dengan air hangat bila telah terbentuk abses, perlu dilakukan insisi abses sebagai berikut :
 Insisi pada pertemuan garis horizontal melalui vulva dengan garis vertikal melalui arkus faringeus. Luka insisi dilebarkan dengan klem,nanah dihisap dengan baik supaya tidak masuk ke faring, sebelum insisi dapat diberikan anestesia dengan spray silokain 1 % / anastesi blok pada ganglion stenoplatinum.
 Setelah selesai, lakukan berkumur dengan larutan bargarisma khan atau larutan betadin / larutan peroksid 3% atau larutan PK 0,001 %

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan secara umum adalah
a) Posisikan klien dengan posisi semi fowler
b) Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
c) Berikan makanan dalam bentuk lunak
d) Ciptakan lingkungan yang konduktif
e) Berikan dukungan pada pasien
f) Lakukan perawatan luka dengan kumur antiseptik.

H. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d bronkospasme
 Tujuan: mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi bersih dan jelas
 Intervensi:
 Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
 Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi
 Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat
 Tempatkan klie pada posisi yang nyaman. Contoh: meninggikan kepala TT, duduk pada sandaran TT
 Pertahankan polusi lingkungan minimum. Contoh: debu, asap,dll
 Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung, memberikan air hangat.
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi.

b. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen
 Tujuan: perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat
 Intervensi:
 Kaji/awasi secara rutin keadaan kulit klien dan membran mukosa
 Awasi tanda vital dan irama jantung
 Kolaborasi: .berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi klien
 Sianosis mungkin perifer atau sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia
 Penurunan getaran vibrasi diduga adanya penggumpalan cairan/udara
 Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik.

c. Cemas pada orang tua dan anak b.d penyakit yang dialami anak
 Tujuan: menurunkan kecemasan pada orang tua dan anak
 Intervensi untuk orang tua:
 Berikan ketenangan pada orang tua
 Memberikan rasa nyaman
 Mendorong keluarga dengan memberikan pengertian dan informasi
 Mendorong keluarga untuk terlibat dalam perawatan anaknya
 Konsultasi dengan tim medis untuk mengetahui kondisi anaknya.


 Intervensi untuk anak:
 Bina hubungan saling percaya
 Mengurangi perpisahan dengan orang tuanya
 Mendorong untuk mengekspresikan perasaannya
 Melibatkan anak dalam bermain
 Siapkan anak untuk menghadapi pengalaman baru, misal: pprosedur tindakan
 Memberikan rasa nyaman
 Mendorong keluarga dengan memberikan pengertian informasi.

d. Risiko tinggi koping keluarga tidak efektif b.d tidak terpenuhinya kebutuhan psikososial orang tua
 Tujuan: koping keluarga kembali efektif
 Intervensi:
 Buat hubungan dengan orang tua yang mendorong mereka mengungkapkan kesulitan
 Berikan informasi pada orang tua tentang perkembangan anak
 Berikan bimbingan antisipasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
 Tekankan pentingnya sistem pendukung
 Anjurkan orang tua untuk menyediakan waktu sesuai kebutuhan
 Bantu orang tua untuk merujuk pada ahli penyakit
 Informasikan kepada orang tua tentang pelayanan yang tersedia di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Bets, Cecily Lynn, dkk. 2009. Buku Saku Keperewatan Pediatrik, Edisi 5. Jakarta: EGC.
Capernito, Lynda J. 2009. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 9. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn C, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaa dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf (diakses pada tanggal 24 November 2010.
http://viethanurse.wordpress.com/2009/02/25/asuhan-keperawatan-anak-dengan-asma-bronchial/ (diakses pada tanggal 24 November 2010.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Mubin, A. Halim. 2010. Panduan Praktis Kedaruratan Penyakit Dalam, Diagnosis & Terapi. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasa. Jakarta: Salemba Medika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar