BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem pencernaan di mulai dari rongga mulut masuk ke dalam lambung melalui faring dan esophagus. Lalu kemudian masuk kedalam duodenum, jejunum dan ileum setelah di lakukan penyerapan nutrisi maka zat sisa yang di hasilkan di bawa lagi ke kolon asendens, kolon transversal, kolon desendens, kolon sigmoid, dan rectum dan terakhir keluar dalam bentuk feses.
Usus besar adalah bagian dari sistem pencernaan. Sebagaimana kita ketahui sistem pencernaan dimulai dari mulut, lalu kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus (duodenum, yeyunum, ileum), usus besar (kolon), rektum dan berakhir di dubur. Usus besar terdiri dari kolon dan rektum. Kolon atau usus besar adalah bagian usus sesudah usus halus, terdiri dari kolon sebelah kanan (kolon asenden), kolon sebelah tengah atas (kolon transversum) dan kolon sebelah kiri (kolon desenden). Setelah kolon, barulah rektum yang merupakan saluran diatas dubur. Bagian kolon yang berhubungan dengan usus halus disebut caecum, sedangkan bagian kolon yang berhubungan dengan rektum disebut kolon sigmoid.
Dalam keadaan normal kolon menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus setiap hari. Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah selesai di usus halus, isi usus disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna (misalnya selulosa), komponen empedu yang tidak dapat diserap dan sisa cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya. Apa yang tersisa untuk dieliminasi di kenal sebagai feses. Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan bahan ini sebelum defekasi.
Selulosa dan bahan-bahan lain dalam makanan yang tidak dapat dicerna membentuk sebagian besar feses dan membantu mempertahankan pengeluaran tinja secara teratur karena berp[eran menentukan volume isi kolon.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari ca colon ?
2. Apa etiologi dari ca colon ?
3. Bagaimana patofisiologi ca colon ?
4. Apa manifestasi klinis ca colon ?
5. Bagaimana cara pemeriksaan diagnosis ca colon ?
6. Apa komplikasi dari ca colon ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis ca colon ?
8. Bagaimana penyimpanan KDM ca colon ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan askep ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari ca colon.
2. Untuk mengetahui etiologi dari ca colon.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari ca colon.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari ca colon.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari ca colon.
6. Untuk mengetahui komplikasi dari ca colon.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari ca colon.
8. Untuk mengetahui penyimpanan KDM dari ca colon.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kolon ( termasuk rectum ) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna. Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal. Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita ( Cancer Facts and Figures, 1991). Insidensnya meningkat sesuai dengan usia , kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun. Kanker ini jarang ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang dengan riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial. Kedua kelamin terserang sama seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering pada wanita, sedangkan lesi pada rectum lebih sering pada pria.
Distribusi tempat kanker pada bagian – bagian kolon adalah sebagai berikut :
1. Asendens : 25 %
2. Transversa : 10 %
3. Desendens : 15 %
4. Sigmoid : 20 %
5. Rectum : 30 %
Namun pada tahun – tahun terakhir, diketemukan adanya pergeseran mencolok pada distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat.
Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira – kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40 – 50 %, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang asimptomatis dalam jangka waktu yang lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rectal.
B. Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi yang penting adalah adanya hubungan dengan kebiasaan makan, karena kanker kolorektal ( seperti juga divertikulosis ) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitive ( Afrika ) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt ( 1971 ) mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidarat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam – garam empedu atau hasil pemecahan protein & lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, massa transisi feses meningkat, akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
C. Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system portal.
4. Penyebaran secara transperitoneal
5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe. Dengan menggunakan metode Dukes, kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
1. Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
2. Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
tanpa keterlibatan nodus limfe.
3. Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
4. Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas &
tidak dapat dioperasi lagi.
D. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
E. Pemeriksaan Diagnostik
The American Cancer Society merekomendasikan pemeriksaan rectal manual setiap tahun bagi orang dengan usia di atas 40 tahun, sample feses untuk menilai adanya darah setiap tahun setelah usia 50 tahun dan proktosigmoidoskopi setiap 3 – 5 tahun setelah usia 50 tahun, yang mengikuti pemeriksaan dengan dua kali hasil negative setiap tahunnya. Rekomendasi ini adalah untuk orang – orang yang asimtomatik, dan evaluasi lebih sering pada individu yang diketahui mempunyai factor – factor resiko yang lebih tinggi. Sebanyak 60 % dari kasus kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi.
F. Komplikasi
Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor atau melelui penyebaran metastase yang termasuk :
1. Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis
2. Pembentukan abses
3. Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina
Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan.Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi
Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan, endoskopi, ultrasonogrrafi, dan laparaskopi telah terbukti berhasildalam pentahapan kanker kolorektal pada periode pra-operatif. Metode pentahapan yang dapat di gunakan secara luas adalah klasifikasi duke:
a. Kelas A : tumor di batasi pada mukosa dan submukosa.
b. Kelas B : penetrasi melalui dinding usus
c. Kelas C : infasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional
d. Kelas D : metastasi regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan, terapi ini biasanya di berikan selain pengobatan bedah pilihan terapi ajufan mencakup kemoterapi, terapi radiasi, dan atau immunoterapi.
Terapi ajufan estándar di berikan pada kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/levamesole, pasien dengan kanker rektal kelas B dan C di berikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.
Terapi radiasi sekarang sekarang di gunakan pada periode paraoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif untuk memperkecil tumor, mencapai hasil yang lebih baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi resiko kekambuhan. Untuk tumor yang tidak di operasiatau tidak dapat di reseksi, radiasi di gunakan untuk menghilangkan gejala secara bermakna
2. Pembedahan
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C. pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
a. Reseksi segmental dengan anastomosis
b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
c. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari kolostomi
d. Kolostomi permanent atau ileostomi.
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanent. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
( CA COLON )
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat
Riwayat Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin,sejarah diet dan keadaan dari letak geografi diet. Sebagian besar resiko yang menjadi pertanyaan perawat :
a. Sejarah dari keluarga terhadap Ca Colon
b. Radang usus besar
c. Penyakit Crohn’s
d. Familial poliposis
e. Adenoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau tanpa darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa penuh ,nyeri atau berat badan turun tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan .
2. Pemeriksaan fisik.
Tanda-tanda Ca Colon tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang biasanya terjadi adalah :
a. Perdarahan pada rektal
b. Anemia
c. Perubahan feces
Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau bright-red stooks.Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan kolon tetapi biasanya (tetapi bisa tidak banyak) tumor disebelah kiri kolon dan rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colon adalah :
a. teraba massa
b. pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
c. perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri
Ini ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.
3. Pemeriksaan psikososial.
Orang-orang sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan karena khawatir dengan diagnosa kanker. Kanker biasanya berhubungan dengan kematian dan kesakitan. Banyak orang tidak sadar dengan kemajuan pengobatan dan peningkatan angka kelangsungan hidup. Deteksi dini adalah cara untuk mengontrol Ca Colon dan keterlambatan dalam mencoba perawatan kesehatan dapat mengurangi kesempatan untuk bertahan hidup dan menguatkan kekhawatiran klien dan keluarga klien.
Orang-oarang yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti oedoman kesehatan mungkin merasa takut bila melihat pengobatan klinik, klien ini mungkin merasa kehilangan kontrol, tidak berdaya dan shock. Proses diagnosa secara umum meluas dan dapat menyebabkan kebosanan dan menumbuhkan kegelisahan pada pasien dan keluarga pasien. Perawat membolehkan klien untuk bertanya dan mengungkapkan perasaanya selama proses ini.
4. Pemeriksaan laboratorium
Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes Gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI Tract. Pasien harus menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase (Tanaman lobak dan Gula bit) aspirin dan vitamin C untuk 48 jam sebelum diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai apakah klien pada menggumakan obat Non steroidal anti peradangan (ibu profen) Kortikosteroid atau salicylates. Kemudian perawat dapat konsul ke tim medis tentang gambaran pengobatan lain.
Makanan-makanan dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila sebenarnya tidak ada perdarahan dan petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif.
Dua contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil yang negatif sama sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca Colon. Carsinoma embrionik antigen (CEA) mungkin dihubungkan dengan Ca Colon, bagaimanapun ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak atau ganasnya penyakit. CEA sering menggunakan monitor untuk pengobatan yang efektif dan mengidentifikasi kekambuhan penyakit.
5. Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.
6. Pemeriksaan Diagnosa lainnya.
Tim medis biasanya melakukan sigmoidoscopy dan colonoscopy untuk mengidentifikasi tumor. Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur tersebut.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. konstipasi b.d obstruksi usus
2. ansietas b.d ancaman kematian/perubahan status kesehatan
3. nyeri b.d proses pengeluaran mediator kimia seperti histamin, bradikinin, prostaglandin
4. nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake menurun dan output meningkat
5. pola nafas tidak b.d ekspansi paru menurun
6. hypertermi b.d pelepasan bakteri dan toksin
7. gangguan pola tidur b.d nyeri
8. risiko kekurangan volume cairan b.d output meningkat
C. RENCANA INTERVENSI
1. dx 1. konstipasi b.d obstruksi usus
Tujuan :
tidak terjadi konstipasi
Kriteria hasil :
pasien dapat BAB dengan normal
Renpra :
· Auskultasi bising usus
Rasional : kembalinya fungsi GI mungkin terlambat oleh efek depresan dari anestesi, ileus paralitik, inflamasi intraperitoneal, obat- obatan. Adanya bunyi abnormal (mis, gemericik nada tinggi atau bunyi gemuruh panjang )menunjukan terjadinya komplikasi.
· Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsisstensi, dan jumlah.
Rasional : indikator kembalinya fungsi GI, mengdentifikasi ketepatan intervensi
· Berikan pelunak feses, supositoria gliserinn sesuai indikasi.
Rasional : mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan/evakuasi feses.
2. Dx 2 : ansietas b.d ancaman kematian/perubahan status kesehatan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas dapat berkurang atau dapat dikontrol
Kriteria hasil :
(1) Menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan berkurangnya rasa takut,
(2) Dapat mengungkapkan rasa takutnya,
(3) Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang,
( 4) Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif,
( 5) Dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Renpra :
· Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal pasien. Dorong ekspresi bebas akan emosi .
Rasional : ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur diagnostik dan kemungkinan pembedahan.
· Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan.
Rasional : mengetahui apa yang diharapkan dapat mmenurunkan ansietas.
· Jadwalkan istrahat adekuat dan periode menghentikan tidur
Rasional : membatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3. Dx 3 : nyeri b.d proses pengeluaran mediator kimia seperti histamin, bradikinin, prostaglandin.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan pengaruh minimal
Kriteria hasil :
(1) Mengungkapkan nyeri hilang atau berkurang secara bertahap,
(2) Mengungkapkan rasa nyerinya,
(3) Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan,
(4) Mendemonstrasikan ketrampilan relaksasi,
(5) Dapat melakukan tekhnik relaksasi nafas dalam jika nyeri timbul dan tekhnik pengalihan lainnya.
Renpra :
· Selidiki laporan nyeri , catat lokasi, lama, intensitas (skala 0 - 10) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan).
Rasional : perubahan dalam lokasi/ intensitas tidak umum tetapi dapat menunujukan terjadinya komplikasi,nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat, dan menyebar ke atas ; nyeri dapat lokal bila terjadi abses.
· Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan relaksasi / visualisasi
Rasional : meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping pasien dengan mengfokuskan kembali perhatian.
· Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan lingkunagn yang tak menyenangkan.
Rasional : menurunkan mual/muntah, yang dapat meningkatkan tekanan/nyeri intraabdomen.
· Berikan obat sesuai indikasi :
analgesik , narkotik
antiemetik, contoh hidrokzin (vistaril)
antipiretik, contoh asetaminofen (tylenol)
4. Dx 4 : nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake menurun dan output meningkat
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan berat badan stabil.
Kriteria hasil :
(1) Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan adekuat,
(2) Berpartisipasi dalam intervensi spesifik,
(3) Menunjukkan peningkatan berat badan secara bertahap,
(4) Tidak menunjukkan gejala mual dan muntah.
Renpra :
· Awasi keluaran selang NG . catat adanya muntah
Rasional : Jumlah besar dari aspirasi gaster dan muntah di duga terjadi obstruksi usus, memerlukan evaluasi lanjut
· Auskultasi bising usus. Catat bunyi tak ada/hiperaktif.
Rasional : meskipun bising usus sering tak ada, inflamasi/iritasi usus dapat menyertai hiperaktifitas usus.
· Ukur lingkar abdomen
Rasional : memberikan bukti kuantitas perubahan distensi gaster atau usus dan atau akumulasi asites.
· Timbang bert badan dengan teratur
Rasional : kehilangan atau peningkatan dini menunjukan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut di duga adanya defisit nutrisi
· Kaji abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut, penampilan bising usus normal,den kelancaran flatus.
Rasional : menunjukan kembalinya fungsi usus ke normsl dan kemampuan untuk memulai masukan per oral.
· Kolaborasi :
Awasi BUN, protein, albumin, glukosa, keseimbangan nitrogen sesuai indikasi
Rasional : menunjukan fungsi organ dan status/ kebutuhan nutrisi.
Tambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut.
Rasional : kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimuali lagi menurunkan resiko isritasi gaster
Berikan hiperalimentasi sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan penggunaan nutrien dan keseimbangan nitrogen positif pada pasien yang tak mampu mengasimilasi nutrien dengan normal.
5. Dx 5 : pola nafas tidak b.d ekspansi paru menurun
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas pasien dapat normal kembali
Kriteria hasil :
tidak ada gangguan/komplikasi pernapasan
Renpra :
· Awasi kecepatan atau kedalaman pernapasan. Auskultasi bunyi napas, selidiki adanya pucat/sianosis, peningkatan gelisah/ bingung.
Rasional : pernapasan ngorok atau pengaruh anestesi menurunkan ventilasi, potensial atelektasis, dan dapat mengakibatkan hipoksia.
· Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat.
Rasional : mendorong pengembangan diafragma atau ekspansi paru optimal dan meminimalkan tekanan isi abdomen pada rongga thorak.
· Dorong latihan napas dalam. Bantu batuk dan menekan insisi
Rasional : meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat pembersihan jalan napas, sehingga menurunkan resiko atelektasis, pneumonia
· Ubah posisi secara periodik dan ambulasi sedini mungkin
Rasional : meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru, memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
· Beri bantalan pada pagar tempat tidur dan ajar pasien menggunakaannya untuk istrahat tangan
Rasional : penggunaan pagar tempat tidur memungkinkan istrahat tangan untuk ekspansi dada lebih besar
· Gunakan bantal kecil di bawah kepala bila diindikasikan
Rasional : pasien gemuk mempunyai lejer besar dan tebal. Menggunakan bantal banyak dan besar menghambat jalan napas
· Menghindari penggunaan pengikat abdomen
Rasional : dapat mempatasi ekspansi paru.
· Kolaborasi
1. Berikan o2 tambahan.
Rasional : memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran da penurunan kerja napas.
2. Membantu penggunaan IPPB dan/ alat pernapasan mis ; spirometer insentif, tiupan botol.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru, menurunkan atelektasis.
3. Awasi atau gambarkan seri GDA/ nadi oksimetri bila diindikasikan.
Rasional : menunjukan ventilasi atau oksigenasi dan stastus asam basa. Digunakan sebagai dasar evaluasi yang perlu untuk/ keefektifan terapi napas
6. Dx 6 : hypertermi b.d pelepasan bakteri dan toksin
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu pasien kembali normal
Kriteria hasil :
tidak ada tanda- tanda hipertermi
Renpra :
· Pantau suhu pasien (derajat dan pola ) ; perhatikan bunyi menggigil / diaforesis.
Rasional : suhu 38,9 derajat sampai 41 derajat menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
· Pantau suhu lungkunagn, batasi atau tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
Rasional : suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
· Berikan kompres mandi hangat ; hindari penggunaan alkohol
Rasional : dapat membantu mengurangi demam
· Kolaborasi :
1. Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol).
Rasional : digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
2. Berikan selimut pendingin.
Rasional : untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5 – 40 derajat c. pada waktu terjadi kerusakan / gangguan pada otak.
7. Dx 7 : gangguan pola tidur b.d nyeri
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola tidur pasien dapat kembali normal
Kriteria hasil :
tidak gelisah saat tidur
Renpra :
· Berikan kesempatan untuk beristrahat atau tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktifitas mental atau fisik pada sore hari.
Rasional : karna aktifitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktifitas yang terprogram tanpa stimulasi yang berlebihan yang meningkatkan waktu tidur.
· Hindari penggunaan ‘’ pengikatan ‘’ secara terus menerus.
Rasional : sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu istrahat.
· Evaluasi tingkat stres atau orientasi sesuai perkembangan hari demi hari.
Rasional : peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif (sindrom sundowner)dapat melanggar pola tidur yang mencapai tidur pulas.
· Lengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur. Katakan pada pasien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur.
Rasional : penguatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kestabilan lingkungan.
· Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan masase punggung.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
· Turunkan jumlah minuman pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi ke kamar mandi atau berkemih selama malam hari.
· Putarkan musik yang lembut atau’’ suara yang jernih ‘’.
Rasional : menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara-suara laindari lingkunagn sekitar yang akan menghambat tidur nyenyak.
· Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi :
Antidepresi, seperti amitreptilin (elavil); doksepin (senequan), dan trasolon (desyrel ).
Rasional :
Mungkin efektif dalam menangani pseudodimensia atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur, tetapi anti kolinergik dapat mencetuskan bingung dan memperburuk kognitif dan efek samping tertentu (seperti hipotensi ortostatik) yang membatasi manfaat yang maksimal.
Koral hidrat ; oksazepam (serax) ; triazolam (halcion)
Rasional : gunakan dengan hemat, hipnotik dosis rendah mungkin efektif dalam mengatasi insomnia atau sindrom sindowner.
Hindari penggunaan difenhidramin (benadril)
Rasional : bila digunakan untuk tidur obat ini sekarang di kontraindikasikan karena obat ini mempengaruhi produksi asetikolin yang sudah di hambat dalam otak pasien dengan DAT ini.
8. Dx 8 : risiko kekurangan volume cairan b.d output meningkat
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan, volume cairan kembali normal
Kriteria hasil :
pasien tidak mual muntah
Renpra :
· Kaji TTV, catat perubahan tekanan darah (postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler, dan kelembaban membran mukosa.
Rasional : indikator dehidrasi/hipovolemia, keadekuatan penggantian cairan.
· Awasi masukan dan keluaran, catat dan ukur kehilangan dari pengisapan NG.
Rasional : perubahan pada kapasitas gaster / motilitas usus dan mual sangat mempengaruhi masukan dan kebutuhan cairan, peningkatan resiko dehidrasi.
· Evaluasi kekuatan/tonus otot. Observasi tremor otot.
Rasional : Kehilangan gaster besar dapat mengakibatkan penurunan magnesium dan kalsium, mengakibatkan kelemahan/tetani neuromuskular.
· Penuhi kebutuhan individu/ganti jadwal.
Rasional : penentuan dengan jumlah ukuran yang hilang/perkiraan kehilangan yang tak tampak dan tergantung pada kapasitas lambung.
· Dorong meningkatkan masukan oral bila mampu.
Rasional : memungkinkan penghentian tindakan dukungan cairan invasif dan mempengaruhi kembalinya fungsi usus normal.
· Kolaborasi :
1. Berikan cairan tambahan IV sesuai indikasi
Rasional : menggantikan kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan dalam fase segera pasca operasi dan/atau pasien mampu untuk memenuhi cairan per oral.
2. Awasi elektrolit dan gantikan sesuai indikasi
Rasional : penggunaan selang NG dan / atau muntah, timbulnya diare dapat menurunkan elektrolit, mempengaruhi fungsi organ.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kolon ( termasuk rectum ) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna. Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal. Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita ( Cancer Facts and Figures, 1991). Insidensnya meningkat sesuai dengan usia , kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun. Kanker ini jarang ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang dengan riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial. Kedua kelamin terserang sama seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering pada wanita, sedangkan lesi pada rectum lebih sering pada pria.
Distribusi tempat kanker pada bagian – bagian kolon adalah sebagai berikut :
1. Asendens : 25 %
2. Transversa : 10 %
3. Desendens : 15 %
4. Sigmoid : 20 %
5. Rectum : 30 %
B. Saran
1. Bagi para pembaca, diharapkan dapat memetik pemahaman dari uraian yang dipaparkan diatas, dan dapat mengaplikasikannya dalam lingkungan masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya Ca Colon
2. Bagi mahasiswa, diharapkan agar terus menambah wawasan khususnya dalam bidang keperawatan.
3. Bagi dosen pembimbing, diharapkan dapat memberi masukan, baik dalam proses penyusunan maupun dalam pemenuhan referensi untuk membantu kelancaran dan kesempurnaan pembuatan makalah kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Gale, Danielle & Charette, Jane, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta, 2000.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta, 2002.
Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses–Proses Penyakit Vol. 1, Edisi 6, EGC, Jakarta, 2005.
Doenges, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . Jakarta : EGC
Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. FKUI : Jakarta.
www.lintasberita.com/Dunia/Berita-Dunia/askep-ca-colon. di akses 8 januari 2011
www.daceband.com/read.../asuhan-keperawatan-askep-ca-colon. di akses 8 januari 2011
www.ilmukeperawatan.com/askep.htm. di akses 8 januari 2011
hidayat2.wordpress.com/2009/07/14/askep-ca-colon. Di akses 8 januari 2011
terima kasih mas askepnya bagus baget dan
BalasHapusaskep ini sangat membantu bagi saya