REGULASI SISTEM KARDIOVASKULER
A. KONTROL FISIOLOGIS SISTEM KARDIOVASKULAR
Sistem kardiovaskular berawal di jantung, sebuah pompa berotot yang berdenyut secara ritmis dan berulang 60-100 kali per menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung, ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena.
Sistem kardiovaskular memerlukan banyak mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespon seluruh aktivitas tubuh, salah satunya adalah mekanisme meningkatkan suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, maka aliran darah tersebut lebih banyak diarahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berguna untuk memelihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.
B. KOMPONEN SISTEM KARDIOVASKULER
Sistem kardiovaskular merupakan suatu sistem transpor tertutup yang terdiri atas beberapa komponen. Ketiga komponen tersebut harus memiliki fungsi yang baik agar seluruh tubuh dapat menerima pasokan oksigen dan nutrisi yang adekuat. Komponen tersebut antara laion :
1. Jantung: sebagai organ pemompa darah,
2. Komponen darah: sebagai pembawa materi oksigen dan nutrisi,
3. Pembuluh darah: sebagai media atau jalan dari komponen darah.
Fungsi sistem kardiovaskuler adalah sebagai berikut :
1. Transportasi oksigen, nutrisi, hormon, dan sisa buangan hasil metabolisme.
Fungsi utama sistem kardiovaskuler adalah untuk melayani kebutuhan sistem kapiler dan mikro sirkulasi agar memenuhi keperluan yang sesuai pada jaringan
Komponen darah akan membawa oksigen, glukosa, asam amino, asam lemak, hormone, dan elektrolit menuju kesel dan kemudian mengangkut kembali karbondioksida, urea, asam laktat, dan sisa-sisa lain hasil buangan dari metabolism
2. Transportasi dan distribusi panas tubuh.
Sistem kardiovaskuler membantu meregulasi panas tubuh melalui serangkaian pengiriman panas komponen darah darah dari jaringan yang aktif, seperti jaringan otot menuju ke kulit dan disebarkan kelingkukngan luar.
Aliran darah dari jaringan aktif diregulasi oleh pengatur suhu tubuh di medulla spinalis setelah mendapat respon langsung dari pusat pengatur suhu di hipotalamus. Pusat kardiovaskuler menerima pesan dari hipotalamus yang kemudian meregulasi aliran darah kejaringan perifer yang menyebabkan terjadinya faso dilatasi dan vaso kontriksi pembuluh darah di kulit sehingga mengeluarkan panas tubuh
3. Pemelihraan keseimbangan cairan dan elektrolit
Sistem kardiovaskuler mempunyai fungsi sebagai media penyimpanan dan transportasi cairan tubuh dan elektrolit. Kedua substansi ini dikirim sel-sel tubuh melalui cairan interstisial yang dibentuk langsung secara filtrasi, difusi, dan reabsorsi oleh komponen darah. Sebagai tambahan agar sel-sel memiliki cairan dan elektrolit yang mencukupi, sistem kardiovaskuler memompa 1.700 liter darah menuju ke ginjal setiap harinya. Banyaknya cairan dan elektrolit akan disesuaikan dan di pelihara oleh mekanisme penyangga penting ( buffer mechanism ) dengan pH optimal sekitar 7,35-7,45 dimana hemoglobin dan protein plasma menjadi komponen kunci dari mekanisme penyangga ini.
C. CURAH JANTUNG
Tubuh manusia mempunyai berbagai mekanisme control regulasi yang digunakan untuk meningkatkan supali darah secara aktif ke jaringan dengan cara meningkatkan curah jantung ( cardiac output ). Pengaturan curah jantung bergantung dari hasil kali denyut jantung ( heart rate ) dan volume sekuncup ( stroke volume ). Curah jantung orang dewasa adalah antara 4,5-8 liter per menit. Peningkatan curah jantung dapat terjadi karena adanya peningkatan denyut jantung dan atau volume sekuncup.
D. KONTROL INTRINSIK CURAH JANTUNG
Curah jantung dapat meningkat atau menurun akibat gaya-gaya yang bekerja secara intrinsic di jantung. Control intrinsic curah jantung ditentukan oleh panjang serat-serat otot jantung. Apabila serat otot-otot jantung direnggangkan sampai batas tertentu, maka kontraktilitas atau kemampuan jantung untuk memompa akan meningkat. Peningkatan kontraktilitas akan membuat meningkatnya kekuatan setiap denyut sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan curah jantung. Penurunan peregangan serat-serat otot menyebabkan kontraktilitas menurun dan kekuatan pada setiap denyutan berkurang, sehingga volume sekuncup berkurang dan dapat terjadi penurunan curah jantung.
E. MEKANISME KONTROL SARAF TERHADAP CURAH JANTUNG
Kecepatan denyut jantung maupun volume sekuncup dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis dan para simpatis. Saraf wferen dari saraf glosofaringeal dan saraf vagus membawa peasan dari reseptor sensori sinus karotikus dan arkus aurta menuju ke medulla oblongata sebagai pusat regulasi jantung. Saraf simpatis dan parasimpatis keluar dari batang otak kemudian memberikan stimulus pada jantung dan melakukan fungsi regulasi saraf simpatis yang lain.
Saraf simpatis berjalan di dalam traktus saraf spinalis torakalis menuju korteks adrenal untuk melepaskan neurotransmister nonepinefrin, kemudian dilimpahkan ke sirkulasi guna membantu aksi regulasi jantung ke nodus SA. Nonepinefrin berikatan dengan reseptor spesifik yang terdapat di sel-sel nodus SA. Setelah berikatan, terjadi pengaktifan sistem perantara kedua yang menyebabkan peningkatan kecepatan lepas muatan nodus dan peningkatan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung akan menurun apabila pengaktifan saraf simpatis dan pelepasan nonepinefrin berkurang. Peningkatan atau penurunan kecepatan denyut jantung disebut evek kronotropik positif atau negative.
Saraf simpatis juga mempersarapi sel-sel seluruh miokardium yang menyebabkan terjadinya peningkatan gaya dari setiap kontraksi pada tiap panjang serat otot tertentu. Hal ini menyebabkan peningkatan pada SV yang disebut efek inotropik positif. Saraf para simpatis berjalan ke nodus SA dank e seluruh jantung melalui saraf vagus. Saraf parasimpatis melepaskan neurotransmitter asetikolin yang memperlambat kecepatan depolarisasi nodus SA, sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut jantung yang disebut efek kronotropik negative. Perangsangan para simpatis kebagian-bagian miokardium lainnya tampaknya menurunkan kontraktilitas dan volume sekuncup yang menghasilkan suatu efek inotropik negative.
F. MEKANISME KONTROL HORMON TERHADAP CURAH JANTUNG
Medula adrenal adalah suatu perluasan sistem saraf simpatis. Pada perangsangan simpatis, medulla melepaskan norepinefrin ke dalam sirkulasi. Hormone-hormon ini mencapai jantung dan menimbulkan respons kronotropik dan inotropik positif.
G. MEKANISME KONTROL TERHADAP DENYUT JANTUNG
Denyut jantung (heart rate) normalnya berkisar 70 kali per menit. Denyutan jantung ini dikontrol sendiri dari dalam jantung melalui mekanisme regulasi dari SA Node, AV Node, dan sistem Purkinye.
Dalam keadaan normal, regulasi denyut jantung dapat juga mendapat respons dari saraf simpatis dan saraf parasimpatis melalui saraf ototnom. Mekanisme yang terjadi adalah saraf simpatis akan meningkatkan denyut jantung, sedangkan stimulasi saraf parasimpatis menghambat meningkatnya denyut jantung melalui nervus vagus.
H. REFLEKS-REFLEKS KARDIOVASKULER
Ada empat refleks utama yang menjadi media sistem saraf otonom untuk meregulasi denyut jantung. Reflex-refleks tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Refleks Baroreseptor
Refleks baroreseptor merupakan refleks paling utama dalam menentukan kontrol regulasi dari denyut jantung dan tekanan darah. Baroresaptor (mekanoreseptor) sensitif terhadap perubahan tekanan dan regangan arteri. Baroreseptor menerima rangsangan dari peregangan atau tekanan yang berlokasi di arkus aorta dan sinus karotikus. Reseptor ini dirangsang oleh distensi dan peregangan dinding aorta atau arteri karotis.
Pada saat tekanan darah meningkat dan arteri menegang, reseptor-reseptor ini dengan cepat mengirim impulsnya ke pusat vasomotor, selanjutnya terjadi penghambatan pusat vasomotor yang mengakibatkan vasodilitasi tidak hanya terjadi pada arteriol, tetapi juga pada vena dan menurunkan tekanan darah.
Dilatasi arteriol menurunkan tahanan perifer dan dilatasi vena menyebabkan darah menumpuk pada vena, sehingga mengurangi aliran balik ( venous return ) yang menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Impuls aferen dari baroreseptor juga mencapai pusat jantung yang akan merangsang aktivitas parasimpatis dan mengahambat pusat simpatis (kardioakselerator), sehingga menyebabkan penurunan denyut dan daya kontraksi jantung.
Sebaliknya, penurunan tekanan arteri rata-rata menyebabkan refleks vasokonstriksi dan meningkatkan curah jantung. Dengan demikian, tekanan darah meningkat. Fungsi reaksi cepat dari baroreseptor adalah melindungi siklus selama fase akut terhadap perubahan tekanan darah.
Cakupan respons baroreseptor bias diilustrasikan dengan dua contoh, misalnya pada keadaan krisis hipertensi dan syok hipovolemik.
Pada keadaan krisis hipertensi, baroreseptor mendapatkan respons dari peningkatan tekanan sinus karotikus dan arkus aorta, sehingga mengahmbat saraf simpatis menuju kejantung dan pembuluh darah parifer. Pada waktu yang bersamaan, saraf parasimpatis mengahambat kembali saraf vegal pada peningkatan SA node. Kombinasi ini akan memberikan reaksi berupa penurunan denyut jantung karena terjadinya vasodilitasi pambuluh darah parifer, sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
Selama terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rata-rata arteri menurun disebabkan impuls aferen sedikit untuk mengonduksi pusat pengatur kardiovaskular di medulla. Akibat sedikitnya impuls dari baroreseptor, saraf simpatis akan menstimulasi peningkatan SA node dan mengkontriksipembuluh darah parifer.
Dengan adanya resistensi pambuluh parifer, denyut jantung akan meningkat. Kedua reaksi ini akan meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan curah jantungdari klien syok hipovolemik.
2. Refleks kemoreseptor
Refleks kemoreseptor sangat dipengaruhi oleh respons dari beberapa alamen berikut ini.
a. Perubahan tekanan parsial oksigen dalam arteri (PaO2)
b. Perubahan tekanan parsial karbondiksida (PaCO2)
c. Perubahan konsentasi serum ion hydrogen (pH)
Apabila kandungan oksigen atau pH darah turun atau kadar karbondioksida dalam darah meningkat, maka kemoreseptor yang ada di arkus aorta dan pembuluh-pembuluh darah besar di leher mengirim impuls ke pusat vasomotor dan terjadilah vasokonstriksi.
Reseptor yang paling berperan adalah reseptor yang berlokasi di karotis dan badan aorta, yang lokasinya berdekatan denan baroreseptorpada sinus karotis dan arkus aorta. Selanjutnya peningkatan tekanan darah membantu mempercepat darah kembali ke jantung dan paru-paru.
Respons jantung terhadap stimulasi kemoreseptor dapat dibagi menjadi mekanisme refleks primer dan sekunder. Pertama mekanisme refleks primer, dengan terjadinya bradikardia yang merespons penurunan tekanan parsial dari oksigen, paningkatan tekanan parsial CO2 dan penurunan pH. Kedua refleks sekunder dengan peningkatan kerja pernapasan dan juga peningkatan denyut jantung. Respons ini menjadi media melalui pusat kemoreseptor dan kemoreseptor parifer. Kemoreseptor merupakan merupakan seikat sel saraf sensorik yang terletak di bagian karotis, yaitu di percabangan arteri karotis dan juga terletak di badan aorta di sebelah dalam dari arkus aorta. Pusat serabut eferen ada di pusat vasomotor yang ada di medulla oblongata.
Meskipun efek utama dari refleks kemoreseptor adalah terhadap pernafasan, namun aktivitas yang ditingkatkan di dalam bahan kimia sel yang peka rangsangan ini adalah tanggung jawab untuk hipertensi yang diproduksi oleh hipoksia jaringan. Dibawah kodisi fisiologis yang normal, pengaruh kemoreseptor digunakan terutama pada resistensi parifer, bukan fungsi jantung.
3. Refleks Bainbrige
Adanya refleks bainbrige adalah untuk meningkatkan denyut jantung akibat respons dari peningkatan venous return.Lokasi reseptor ini terletak di vena kava. Ketika reseptor ini mengalami peregangan akibat stimulasi dari peningkatan volume darah, maka saraf eferen akan meningkatkan denyutan kemudian mentransmisikan impuls ke pusat pengatur kardiovaskular di medulla.
Pusat pengatur ini akan merespons dengan meningkatkan saraf simpatis eferen agar terjadi peningkatan denyut jantung dan peningkatan curah jantung. Adanya mekanisme refleks ini mengatur frekuensi jantung dan bertujuan agar seluruh isi pompa jantung dapat dikembalikan secara sempurna menuju ke jantung.
4. Refleks Pernapasan
Refleks pernapasan dengan nama lain sinus aritmia merupakan fenomena fisiologis yang normal. Adanya fluktuasi yang normal dari denyut jantung terjadi bersamaan dengan fase-fase pernapasan.
I. KONTROL TERHADAP VENOUS RETURN
Regulasi (pengaturan) aliran balik jantung untuk mengisi selama fase diastole merupakan konsekuensi efek dari curah jantung. Pengisian diastole yang disebut end-diastolic volume akan terjadi pada setiap pengeluaran volume sekuncup. Tingkat pengisian dari aliran balik tersebut berhubungan dengan 2 faktor, yaitu tekanan vena dan jumlah darah.
1. Tekanan Vena
Kembalinya darah ke jantung disebabkan adanya tekanan gradient. Ketika darah dipompa oleh jantung, tekanan arteri berkisar 120 mmHg saat sistolik dan 70 mmHg pada saat diastolik. Tekanan ini turun bersamaan dengan pergerakan darah keluar menuju arteri, kapiler dan venula. Tekanan venula sebanyak 12-18 mmHg akan menurun secara bertahap menuju vena-vena besar di luar rongga toraks sekitar 5,5 mmHg, dan saat masuk ke atrium kanan (central venous pressure) tekanan rata-rata menjadi 4,6 mmHg (Ganong,1999).
2. Kapasitansi
Aliran dari tekanan sirkulasi darah yang kembali menuju ke jantung disebabkan adanya kapasitansi arteri dan vena. Kapasitansi adalah kemampuan menggelembung dari pembuluh darah untuk menerima sejumlah besar volume darah. Sistem vena mempunyai daya kapasitansi yang sangat besar disertai dengan perubahan tekanan yang kecil. Kemampuan kapasitansi sistem vena disebabkan oleh karakteristik dinding pembuluh darah vena yang elastis dan kaya akan sistem saraf simpatis. Adanya kapasitansi dan banyaknya sistem saraf simpatis tekanan vena akan diubah untuk mengatur aliran balik ke jantung. Konstriksi vena terjadi disebabkan adanya stimulasi saraf simpatis yang akan mengurangi kapasitansi dan meningkatkan tekanan vena, dengan begitu aliran balik ke jantung akan meningkat. Hal sebaliknya terjadi pada dilatasi vena, kapasitansi meningkat dan tekanan vena menurun yang mengakibatkan aliran balik juga menurun.
3. Jumlah Darah
Ketika volume darah sudah berkurang seperti yang terjadi pada syok akibat pendarahan, tekanan vena akan menurun dan aliran balik ke jantung menjadi tidak adekuat. Kompensasi respons yang terjadi meliputi meningkatnya suara vena (venous tone) dan menurunnya kapasitas sistem vaskular. Hasilnya terjadi peningkatan tekanan vena dan meningkatnya aliran balik ke jantung. Pada syok kardiogenik, ketika terjadi kegagalan ventrikel kiri untuk melakukan curah jantung, mekanisme humoral dan ginjal (aldosteron dan angiotensin) akan memelihara garam dan air serta memperluas sirkulasi volume darah untuk mencoba untuk menaikkan tekanan vena dan aliran balik. Ketika syok kardiogenik bertambah parah, tekanan vena menjadi begitu tinggi dan sistem tidak mampu lagi melakukan kompensasi, karena tinggi tekanan vena tidak lagi meningkatkan curah jantung, tetapi benar-benar menyebabkan gejala dari gagal jantung kongestif.
4. Gravitasi dan Pompa Otot Rangka
Dalam posisi berdiri, di bagian atas badan jantung, tekanan vena akan menurun akibat pengaruh gravitasi, sementara itu gravitasi mendorong darah kembali ke jantung. Kontraksi otot membantu aliran balik. Ketika otot berkontraksi, vena yang berada diantara otot akan tertekan dan darah yang ditekan tersebut menuju ke arah jantung.
5. Pompa Rongga Dada
Selama inspirasi, tekanan dalam pleura menurun sekitar (-2,5) sampai (-6) mmHg. Tekanan negatif ini akan mentransfer vena besar dan atrium, sehingga tekanan di vena sentral menurun menjadi 6 mmHg pada saat ekspirasi dan 2 mmHg pada saat inspirasi. Penurunan tekanan vena membantu terjadinya aliran balik melalui tekanan negative dari dalam pleura. Pada saat inspirasi, diagfragma terangkat dan tekanan dalam abdomen meningkat sehingga menekan darah ke arah jantung.
J. REGULASI TEKANAN DARAH
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung, tekanan pembuluh darah perifer, dan volume/aliran darah. Faktor-faktor yang meregulasi(mengatur) tekanan darah bekerja untuk periode jangka pendek dan jangka panjang.
1. Regulasi Jangka Pendek
Regulasi jangka pendek diatur oleh sistem persarafan dan peranan pusat vasomotor seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. Umumnya control system persarafan terhadap tekanan darah melibatkan baroreseptor dan serabut-serabut aferennya, pusat vasomotor, dan serabut vasomotor di medulla oblongata dan otot polos pembuluh darah.
a. Sistem Persyarafan
Tujuan utamanya seperti yang dijelaskan di bawah ini.
1) Memengaruhi distribusi darah sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhanbagian tubuh yang lebih spesifik, misalnya saat-saat melakukan olahraga, maka distribusi darah kesistem pencernaan dialihkan ke bagian tubuh yang terlibat dalam aktivitas tersebut, seperti otot rangka. Selanjutnya panas tubuh dikeluarkan melalui dilatasi pembuluh darah kulit.
2) Mempertahankan tekanan arteri rata-rata (MAP) yang adekuat dengan memengaruhi diameter pembuluh darah. Sedikit perubahan pada diameter pembuluh darah menyebabkan perubahan yang bermakna pada tekanan darah. Penurunan volume darah menyebabkan konstriksi pembuluh darah seluruh tubuh, kecuali pembuluh darah yang memperdarahi jantung dan otak, tujuannya adalah untuk mengalirkan darah ke organ-organ vital sebanyak mungkin.
b. Peranan Pusat Vasomotor
Umumnya kontrol sistem persarafan terhadap tekanan darah melibatkan baroreseptor dan serabut-serabut aferennya, pusat vasomotor di medulla oblongata, serta serabut-serabut vasomotor dan otot polospembuluh darah. Kemoreseptor dan pusat kontrol tertinggi di otak juga memengaruhi mekanisme kontrol saraf
Pusat vasomotor yang memengaruhi diameter pembuluh adalah pusat vasomotor yang merupakan kumpulan serabut saraf simpatis. Pusat vasomotor dan kardiovaskular akan bersam-sama meregulasi tekanan darah dengan memengaruhi curah jantung dan diameter pembuluh darah.
Pusat vasomotor mengirim impuls secara tetap melalui serabuteferen saraf simpatis (serabut motorik) yang keluar dari medulla spinalis pada segmen T1 sampai l2, kemudian masuk menuju otot polos pembuluh darah, dan yang terpenting adalah pembuluh darah arteriol. Akibatnya pembuluh darah arteriol hamper selalu dalam keadaan konstriksi sedang yang disebut dengan tonus vasomotor.
Derajat kontriksi bervariasi untuk setiap organ. Umumnya pembuluh darah arteriol kulit dan sistem pencernaan manerima impuls vasomotor lebih sering dan cenderung lebih kuat konstriksinya disbanding dengan pembuluh arteriol pada otot rangka.peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan vasokonstriksi menyeluruh dan meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya, penurunan aktivitas simpatis memungkinkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan menyebabkan penurunan tekanan darah sampai pada nilai basal. Umumnya serabut vasomotor mengeluarkan epinefrin yang merupakan vasokonstriktor kuat. Akan tetapi, pada otot rangka beberapa serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah (Sylvia a. price, 1996).
Aktivitas vasomotor dimodifikasi oleh adanya informasi dan komponen berikut ini.
1) Baroreseptor (mekanoreseptor) sensitive terhadap perubahan tekanan dan regangan arteri.
2) Kemoreseptor, yaitu reseptor yang berespons terhadap perubahankadar oksigen, karbondioksida, dan hydrogen dalam darah.
3) Pusat otat tertinggi (hipotalamus dan serebrum) dan juga hormon-hormon tertentu serta kimia darah lainnya.
c. Refleks Baroreseptor
Seperti dijelaskan di atas, mekanisme refleks baroreseptor dalam meregulasi perubahan tekanan darah adalah dengan cara melakukan fungsi reaksi cepat dari baroreseptor, yaitu dengan melindungi siklus selama fase akut dari perubahan tekanan darah, seperti yang terlihat pada.
d. Refleks kemoreseptor
Apabila kandungan oksigen / pH darah turun atau kadar karbondioksida dalam darah meningkat, maka kemoreseptor yang ada di arkus aorta dan pembuluh-pembuluh darah besar dan di leher mengirim impuls ke pusat vasomotor dan terjadilah vasokonstriksi. Selanjutnya peningkatan tekanan darah membantu mempercepat darah kembali ke jantung dan ke paru.
Pengaruh Pusat otot Tertinggi. Refleks yang meregulasi tekanan darah diintegrasikan pada batang otak (medulla). Walaupun konteks serebri dan hipotalamus tidak terlibat secara rutin dalam mengontrol takanan darah, pusat otak tertinggi ini dapat memodifikasi tekanan darah arteri melalui penyaluran ke pusat medularis.
e. Kontrol Kimia
Seperti yang sudah disebutkan bahwa kadar oksigen dan karbondioksida membantu meregulasi tekanan darah melalui refleks kemoreseptor, tetapi sejumlah kimia darah juga mempengaruhi tekanan darah dengan bekerja langsung pada otot polos ataupusat vasomotor.
2. Regulasi jangka panjang
Regulasi jangka panjang lebih banyak ditentukan oleh regulasi ginjal. Sebagaimana yang akan dijelaskan dibawah ini. Walaupun baro reseptor bekerja untuk jangka pendek, tetapi baro reseptor dengan cepat beradaptasi untuk meregulasi peningkatan atau penurunan tekanan darah yang berlangsung lama atau keadaan kronis.
a. Regulasi ginjal
Ginjal mempertahankan homeostatis tekanan darah dengan meregulasi volume darah. Seperti diketahui volume bahwa volume darah merupakan vaktor penentu utama dari curah jantung ( melalui pengaruhnya terhadap tekanan vena, aliran balik, volume akhir diastole, dan volume sekuncup ).
Peningkatan volume darah diikuti denga peningkatan tekanan darah dan semua zat yang meningkatkan tekanan darah, deperti konsumsi garam yang berlebihan akan menyebabkan penahan air yang selanjutnya meningkatkan tekanan arteri rata-rata. Dengan proses yang sama, penurunan volume cairan akan menurunkan tekanan darah. Peningkatan volume darah serta tekanan darah juga merangsang ginjal untuk mengeluarkan cairan.
Ginjal bekerja, baik langsung maupun tidak langsung dalam regulasi tekanan arteri dan bekerja untuk mekanisme jangka panjang dalam mengotrol tekanan darah. Mekanisme pengaruh langsung menggambarkan kemampuan ginjal untuk memengaruhi volume darah.
Pada keadaan demikian, ginjal tidak mampu untuk memproses lebih cepat terhadap hasil filtrasi( filtrate ). Dengan demikian, akan lebih banyak cairan yang meninggalkan tubuh lewat urine. Akibatnya, volume darah akan menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Sebaliknya, saat tekanan darah atau volume darah menurun, maka air akan ditahan dan kembali kesistem aliran darah. Pada saat tekanan arteri menurun, sel khusus pada ginjal mengeluarkan enzim renin kedalam darah. Renin ini akan memicu serial reaksi anzimatika yang akan memprodiksi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang meningkatkan tekanan darah sistemik, meningkatkan kecepatan aliran darah ke ginjal sehingga perfusi ginjal meningkat. Angiotensin II juga merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan aldesteron, suatu hormone yang mempercepat absorsi garam dan air. Selanjutnya meningkatkan tekanan darah. Mekanisme pengaruh ginjal secara tidak langsung melibatkan mekanisme renin angiotensin.